Rubaiyat Zie

Aku tak paham dengan paragraf macam apa harus kumulai suatu baris untuk menyusun ulang kenangan yang tentangmu--yang kini hampir kabur, aku menemu kesulitan setiap kali hendak memulai menulis sejenis ''alenia'' untukmu. sebab justru, ternyata lebih indah kuurai dengan cara memejamkan mata sambil menyebut namamu. Bagiku, yang demikian jauh lebih mendebarkan ketimbang cuma kata-kata.



Namun, kesadaran sebagai Manusia bahwa seluruh yang silam perlahan akan pudar dari ingatan, maka inilah tanggung jawab seorang aku untuk menuangkan angan kedalam tulisan, menjelmakan perenungan menjadi sebuah tulisan. Aku tahu bahwa tidak semua pernyataan harus diungkap melalui retorika, namun cuma dengan aksara aku sanggup mengisahkan bagaimana degup jantungku selama ini.

Maka dengan ini, ketika kau dan aku berjarak, saat kita tak mampu saling jangkau, dimana kita berada di benua yang tak sama. Kuserahkan kepada katakata untuk menjadi juru bicara yang akan menyampaikan pesan kepadamu bahwa sesungguhnya, Aku sudah hampir putus asa untuk menanggung Rindu ini sendirian.

Barangkali selama ini, dimulai semenjak kali terakhir aku bisa menghayati betapa tatap matamu adalah sebersit cahaya yang lahir atas dasar cinta, aku mulai gemar menulis dengan tema ''kenangan'', sebab kenangan adalah sejarah, pribadi bisa tumbuh dewasa manakala belajar memahami betapa tanpa membaca sejarah, manusia akan kehilangan separuh kefitrahan.

dulu, beberapa hari setelah pertemuan itu, aku pernah menuliskan Prosa yang mengisahkan kau dan aku melalui Hape. dan itu kusadari sebagai penulisan pertama tentangmu, disini http://gususman.blogspot.com/2012/10/kisah-kasih-dipare-kediri.html

                                                                      *******

aku sudah lupa gaun warna apa yang kau pakai senin itu, aku lupa kerudung warna apa yang membalut kepalamu, aku lupa bagaimana kali pertama kita berkenalan. Namun, ada satu hal yang aku tak rela bila seandainya aku sampai tak ingat; Adalah saat itu, untuk kali pertama kulihat diriku memantulkan diri dari bola matamu.

Aku tak tahu bila saat itu tiba, apa kau akan sempat menafsirkan tiap jejak yang kutinggalkan dijalan itu, jalan yang pernah menyimak pertiap jengkal langkah kita. Aku tak perlu banyak kata untuk mengungkap cinta sebagai bukti, sebab tatap mataku adalah pernyataan paling jujur. 

Gerimis sore itu, telah menjadi saksi betapa detak jantung kita telah mewiridkan Rindu. Rimbun daun tempat kita bernaung telah membaca betapa pertiap huruf dari perbincangan kita adalah kelahiran Cinta. kuharap kau ingat bahwa ditempat itu, sebuah tepian jalan bernama brawijaya. ada kisah yang belum kita rampungkan, kisah yang kelak akan kita wariskan kepada anak-cucu kita. sebab kau dan aku adalah tata buku masa lalu, sebersit sejarah yang nanti patut di baca oleh mereka

Dipandu waktu, kita mencoba menyusun kembali katakata yang dulu tak sempat terurai, Mungkin, tak sempat kita ungkap, Dipare, sebuah dusun yang begitu santun mengajari kita tentang bagaimana cara menyalakan rindu yang baik. Bila suatu saat kau lintasi tikungan itu, tikungan tempat dimana kita pernah berteduh dari gerimis, ingatlah bahwa disitu pernah memercik api cintaku. atau bila kau sempat bertandang kepare, desa tempat dimana kita pernah saling menyerahkan tatapan mata. Lihatlah dan baca bahwa dipohon dekat cafe wapo ada ''namamu dan namaku'' terpasung disitu.

                                                                         *****


Bila satu saat kau rindu aku, dengarlah ricik air sisa hujan di atap tempat kau bernaung, betapa akan kau temu disana, ricik air menjadi wakil dari puisiku. tataplah pada bening air yang menggenang di tanah dekat kau duduk, betapa akan kau lihat, ada terapung wajahku disitu.


Sebagai piano, aku tak mau berbunyi bila yang menyentuh tidak jemarimu. Seumpama figura, tak ada yang boleh memasukiku kecuali fotomu. Andai buku, cuma namamu yang kuizinkan berbaring dalam lembarku, Bila pena, tintaku tak berkenan mengalir bila tak menulis namau.

Aku rela jadi sepatu yang akan mengantarkan kakimu melangkah, serta menjaga kulit lembut jemarimu dari kerikil tajam dan duri yang menghunjam, Ikhlas aku jadi payung tempat kau bernaung dari hujan deras dan terik yang panas, akan aku lindungi tubuhmu dari basah dan apapun yang menghendaki untuk menyentuhmu.Bila kau membutuhkan, aku berkenan menjadi pot bunga tempat benihmu tumbuh sebagai tangkai

                                                            _________________
Mencintaimu adalah peradaban yang tak sanggup didefinisikan, sebuah fakta subyektif yang tak terurai pengertian. Sebagaimana hukum matematika, 1+1 = 2 atau 4+4= 8. dan seterusnya. dan itu akan musykil bila didefinisikan. Atau ambil contoh Gelas, gelas ya begitu, tidak ada pengertiannya secara rinci. itulah mengapa, Mencintaimu, bagiku. Adalah tanpa harus diteorikan terlebih dahulu, Mencintaimu adalah sikap, dan semenjak kita berjarak, sikap itu berubah menjadi watak. Mencintaimu adalah prinsip hidupku, tanpa harus bertanya kepada lain orang apakah cintaku layak untukmu? sebab aku tahu bahwa pertanyaan itu hampir mendekati retoris!

Mencintaimu adalah kebutuhan, sebagaimana hidup perlu bernafas, tanpa di kehendaki pun akan berhembus dengan sendirinya. seperti ketika tidur. Mengingatmu adalah upaya untuk melahirkan Rindu, aku butuh rindu untuk hidup, itulah sebabnya, melupakanmu sesaat adalah kematian hakekat.


3 Desember 2012, Kairo













1 komentar

[MAKLUMAT] Buku puisi Mantra Asmara x - +