semacam serekah sepi yang labuh di sepiuh ruh
seriuh peluh lusuh di tubuh
aku simpuh di pembuluh subuh
lanun lampas di samun menjadi majnun
lalu kutemu hawa rawa di setangkup jiwa
barangkali kau rimbun rumpun
yang ngungun tertegun
menyimpan galau
barangkali kau selasar belukar
yang menggangsir gairah akar
meyimpan risau
riap sepi seakan ingin menepi ke atma sukma
menggesau di garis guris asma
sebagian tersepuh luruh
ada yang kemudian menghambur
seakan musim gugur menyuguhkan tidur
lalu berkesiur
ada yang lalu melaju
seolah rona lidah mendadak pilu
lalu beku
lalu kelu
sekalam cinta mengelam katam di sepiuh ruhmu
dari bibirmu kau lepas raras rasa
semacam sebongkah sunyi yang nganga dalam cinta
lalu kau semayamkan di kedalaman heningku
15.12.2011 DEMAK
Di sini, kutatap cekung bulan yang ngapung di matamu
bagai mayat yang lekat di dada malaikat
aku rentung yang rentang di atas lalang
bagai makam tempat kau semayamkan murammu
aku melurung di lorong kelambu kalbu
lalu kesiur angin yang menatah namamu di nisanku
mendaulat pesta dalam kenduri cinta
dikedalaman rona ranummu kau kupeluk dalam khusuk suluk
kau adalah zikir yang ngalir dipesisir bibir
dari gurit langit kau menjelma gurat wirid
yang di tiap serat tirakatku
kau rapahi repih remah geronggang ronggaku
seraya dituntun takdir aku menagih rindumu
barangkali sajadahku kau ziarahi
sekejap rinduku hanyut di sujudmu
sulur akar sinar yang lurus di lintas cinta
mendesis dalam tangis yang serupa gerimis
lalu menggaram gerim gurindam dalam gulma
menyusun lantun yang tertenun dari cincin dan liontin
setelah kau fana kucipta nirwana dari bongkah renjana
O, gejolak gairah ombakku melimbak gebu rindumu
cerlang ceria nafasku mencatat isyarat di tiran tiranimu
kita menuju hulu dari sekian penjuru
geletar binar cinta kita
menyatu dalam gaung gema semesta
di altar penyembah sucian
kau azimat yang nyelisik di kitab paling klasik
doaku melinang harapku menggenang
semoga kita mengekal dalam tawakkal
14.12.2011 DEMAK
Dikawal angin yang serupa terumbu
aku menjadi debu yang menempuh jarak jauh
menatahi prana sebelum aku kembali fana
lalu sejenak lunak mengembarai masa kanakanak
Dibimbing api yang nyala sesepi mala
cerukmu selembut serbuk dikikis bagai guris keris
berdentang dicangkang bebatang rindang
lalu mengubur debur melumat sunyat
Dipandu air yang terus menggerus arus
aku melecut bagai kabut dikebut maut
mendengus depus mengendus halus
lalu merintih lirih pada seserpih perih
Dipimpin cahaya yang berkibar disendi semesta
mengada direnda benda, melamur nyawa melumur hawa
dan ketika mengelam kau seburam malam
lalu kau menggerum gerim sumsum
detikku kian melaju detakku kian merindu
tik tak tik tak....
sebuah laung diliang luang
sampai aku hanyut saat maut berdenyut
dan tersengal saat ajal memenggal
12.12.2011 DEMAK
aku kebun yang menginginkan kau jadi embun
dalam dambaku kau kuasa kasih
yang jernih mengulum repih senyumku
kadang aku kata yang ronta tersuruk diceruk pelupukmu
berkisar pada denyar yang bersih dalam kekasih
dan ketika aku mencebur dilimbur ombak yang berkerak
kau menjelma gelembung gelombang yang sembunyi dibalik sunyi
betapa kau redup yang tak sanggup bersuara sayup
ketika teriakmu lebih sopan ketimbang bisikmu yang mengusik
serupa kering karang ditebing yang tak tebang
kalem berkelimun menyentuh hingga teduh
sesekali limbung dilengkung semenanjung
yang menyebabkan suaraku mendentur diringkih lirihmu
lantas kupoles pulasan hatimu
sembari ganas kuranggas nafasmu
agar perjalanan dari merah menuju hitam kian lempang
bersipaut cintaku tak kenal maut
ini tentang kisah kasih yang tak ingin menyudahi kesah
sampai peluh lepuh dan bersembulan dari tubuh
aku kebun dan kau embun
menjadi kalam yang tak sempat terekam disejarah paling kelam
cinta yang mungkin mencengkeram dicuram sepiku
12.12.2011 DEMAK
dilelap heningmu, aku takdzim mengikuti renyut resahmu
semampuku, kujaga kau dari kejut yang ngecup kalutmu
sambil rindu pada renda
agar yang sendu menjelma senda
dengan kedalaman dekap yang mendiam didadamu
aku lebur dalam cintamu yang luber
aku rubuh dalam rindumu yang rebah
aku hanyut dinafasmu yang kuyup
pelupukku terantuk kantuk
namun bersemoga ditiap seluk rongga
aku luruh dalam luhur cintamu
lamat aku tertambat dilelembut denyutmu
semata bukan hanya berkata
namun agar kau tak pecah dan aku tak patah
11.12.2011 DEMAK
aku lenggang sejauh mata memandang
terjangkit cinta sembari berjingkat mesra
mengendarai surya yang menyulurkan cahaya
senyumku berkelimun seintim kelamin
aku mengada dari nirwana tak bernama
mengusung mripatmu keruang jantung
seraya mengubah maya jadi nyata
agar sunyi yang kukenal selama ini
menggumpal sampai dipenggal ajal
ada gurit bayang menggurat tenang
ada derit kenang berkelabat terbang
maka aku menikmati sepi saat kau ilhami puisi
seperti tersirat ba'ait oleh satuan surat
dengan wasiat yang kau tinggalkan di hulu syaraf
terhadapmu, doaku berluruhan dikediaman bulan
sambil mengembarai derita menuju cinta
8.12.2011 DEMAK
Lamat kucari alamat tempat kau sematkan harap
kuburu hablur jejakmu yang serencam sekam
namun sinarku menyuram seseram kelam
mataku hengit bagai dipingit sakit
Rindumu kutanggung seagung adi luhung
dan kuarungi diri raga dewanggamu
sambil mencipta peta disemua cuaca
meniduri janji yang kau cenungkan ditiap sendi
dan kupagut kau selembut degup
dibawah seroja yang kian senja
membuat kau geming dipapah hening
yang menyalju diperapian tungku
betapa rindu menggebu bagai deburan debu
hingga tak beranjak, tak berjarak
aku sabda sembada yang dilanda cinta
berongga dilangit saga
lalu mengamini tetumbuh yang setubuh
7.12.2011. DEMAK
dukaku kau dekap sampai tak bersekat
rebahkan adaku diharibaanmu yang setabah tanah
membuat mataku tibatiba silau oleh kilas kilau
yang lantas kau lacak aku hingga puncak
bersedia kau lebih setia ketimbang bayang yang lenggang
betapa kuharap kau tak sedu saat rinduku sedang sipu
seumpama cerlang kerling dalam benderang bulan
santun aku kau tuntun sesabar fajar mengeja pijar
meski langkahku tak terjemah saat kau jamah
hanya untuk kau kudedah inti rahasiaku
rela kusingkap demi kau ungkap
gelora lara kau redam sampai kelam
dan bila aku lindap dipusat gelap
kau sukma yang menjelma derma
kini aku tahu
cintamu ternyata candu
yang selalu nyembul sebagai cumbu
virus ganas yang sejernih kekasih
7.12.2011 DEMAK
kenangku bagai kunangkunang yang pendar dikening
sebening hening aku wujud antara pekau dan desau
mengelucak bagai ombak yang senantiasa tamasya
lubukku sejuk saat aku kau peluk
dan aku nganga dalam kenanga
biarkan kasat kataku ngendap menjelma kasta
betapa nafasku tertukas dilampus paling halus
nadiku bagian dari nyawa yang tak pernah sendawa
meski jauh tak pernah aku jenuh
bila aku bertapa asmamu beraroma dupa
bagai batu aku diam merindu
menunggu sampai kau tahu
bahwa kalbuku sudah berwindu mencintaimu
7.12.2011 DEMAK
kusaksikan cintamu menyelundup didenyut bagai kelebat kabut
mengelam dalam kediam-dirian
kau hadirkan gersik kata pada cintamu yang terlunta
dan tak terkendali saat dirambahi birahi
mataku menggelapar dihalimun fajar
lalu menyulap senyap jadi harap
dipagi ini suaramu merembang
dari remang menuju temaram
kataku gemetar dihantar angin yang menghampar
kusaksikan cintamu bergulir
serupa kincir dalam bendungan air
demi menerobos keporos pusara hatiku
kurenangi wangi sesunyi peluh yang buncah ditubuh
lalu menjelajah dari lembah kekawah
dengan langkah latah
dikedalaman rinduku
kau ibadah yang tak terjamah resah
karena kau rindu yang tak perlu diburu
7.12.2011 DEMAK
kusunting cinta dalam hening kata
bagai kesumba aku menghamba penuh damba
saat kuusir desir air yang berhenti ngalir
mataku bidara yang rela mengembara disamudra lara
lalu menepi sesepi api
dilaut, piuh buih meriuh
kutapak dalam pijak ditiap jejak
sebijak sajak yang kujajaki
lalu dibijana, aku tercipta dari renjana
melaju menuju rindu
rebah dimerah tanah
dari rahim tempat dulu aku mukim
aku kesiur yang meluncur
bagai tempurung aku renung
yang menginginkan jantung bersenandung
maka kalimatku tak cukup dicakap hanya dengan ungkap
dipesta itu kusunting cinta
tak lagi dengan kata
tapi setia...