andai angin bisa menculikmu untuk membawamu kesini, diatas rerumput ini, sekedar menemaniku memandang bulan itu...
~
sayang...angin lebih memilih menculik kepulan asap rokokmu yang menggila menodai udara...haha
~
itulah sebab mengapa kau hanya ''andai''...
~
ehehe...iyaa ya..
~
kulihat bulan itu, segandes nafa seganas nafsu
~
lalu apa yang akan kau lakukan atasnya?
~
cukup bahkan hanya memandangnya...yang justru kian mempelangi disesela asap yang mengepul..
~
hemmm....mengaguminya dalam diam adalah hal yang paling melindunginya :D
~
iya...seperti kau kini, paling maya dari segala cahaya
~
sedang kamu? bayang semu dibalik cermin abu, yang tak mampu kusingkap indahmu.
~
karena indahku pun lebih maya dari cahayamu, bukankah kau tahu, kita mengada digubug ini..???
~
serupa seikat gabah berkarat aku tak ingin lepas dari hujan yang melebat, mendiami surau yang lusuh tanpa alas yang berkilau nan menjalarkan hangat ruh...dan itu pilihanku.
~
begitu? aku faham. lalu, kuingin kau disini, menari yang serupa darwis dibawah hujan yang katamu lebat.
katakan padaku, dedaun mana yang lebih mayang ketimbang tarianmu yang justru lebih semampai dari tarian ombak...???
~
menari? aku tak mau...aku iri...karena dedaun lebih lincah menjentikkan kaki.
~
kau tahu? bahkan senyumku akan menyala bila kau percikkan bara biru, lalu bagai adam mengidam hawa, aku hanyut menyelusup keruang renungmu..
~
dedaun rindu, yang senantiasa bawa kelopak sajakku menuju haribaanmu.
maka sampai pada masa keberapa harus kutahan debar degub yang tak menentu...saat senyummu melindap jauh dan jatuh dalam relungku...
~
aku telak, sungguh telak, dengan pertanyaanmu yang menohok itu, aku tak bisa lagi menyanyi sayang...
~
bahkan saat kau akui keterbatasanmu, aku tetap hanyut pada jarak terjauh...yang membuatku mampu memahami sebuah hakikat, bahwa kamu adalah mutiara tak tersentuh :)
~
karena apalah aku? seonggok jasad yang bahkan tak berani berharap padamu untuk sungguh menari dibawah hujan yang katamu lebat.
~
maka fahamkan aku tentang sebuah makna debaran yang tak sanggup kutepikan...
~
maka bagaimana bisa kufahamkan kau, sedang aku sendiri tak mampu menyimak debar itu..???
~
maka sungguh pada hening kusandarkan nafas-nafas yang terlanjur lelah...mengikuti alur kisahmu yang terlalu rumit, meski kuingini..
~
lalu, masih dibebayang bulan itu, aku terlanjur berlumuran cahayamu, pahamilah....
dan kini aku mengembara memburu parasmu dilaman FB tapi, tak kutemu...
~
haruskah kupasrahkan janji pada purnama, agar sempurna ragamu yang bermandikan cahaya? meski malam, katakan malam ini tak perlu ada sinar bulan, cukup ada bayang kita yang perdu dibalik kerendahan dahan..
ada kok hehehe
~
kau...ah benarkah begitu yang membeliung dihatimu? atau itu hanya kata tanpa makna...??
~
ah..terlalu dini untuk mengungkap semuanya...apa yang sebenarnya tersembunyi dibalik kata, namun inilah adanya..
~
lalu kenapa debar itu kian menggerincing..??? itukah.............
~
mungkin sang bayu ingin kau tahu.........bahwa.........
~
aku tak hendak menyajak ditiap jejakmu, karena kutahu, aku punguk dan kau bulan, maka bagaimana bisa.........
~
aku hanya sebuah ilalang yang setia memandang surya terbit tenggelam..
selanjutnya, dimanakah dapat kutemukan jeda yang mempertemukan kita??
~
lagilagi pertayaanmu menyalakan hening diseluruh tubuh bahkan ruh, jika benar apa yang kutangkap dari pertanyaanmu adalah debar yang kumaksud, maka patutkah kusematkan harap???
~
kuserahkan jawab pada angin yang tak berdebur..namun sangat menggigilkanku hingga lebur
~
atau jika ternyata aku salah menafsir debarmu, maafkan aku......bahkan bagai angin, akan kugaibkan wujutku dihadapmu..
~
kau takut menafsirkan,aku pun tak mampu menerbitkan keberanian, maka diam adalah satu-satunya jalan...
~
haruskah kuterbitkan meski tak mampu aku menafsir
~
kupasrahkan segala...pada genggaman dini yang menyapa....melangkah...berderap...entah semakin dekat atau semakin menjauh, namun jemariku akan tetap setia mengabarkan cerita yang telah berlalu.
~
maafkan aku yang mengusik khusukmu...maafkan aku yang terlanjur berani......maafkan, sungguh...
~
dimaafkan....hihihi....gimana gus, kesan pertama ngobrol sama saya? kalau membosankan dimaafkan, kalau keasyikan kapan-kapan diteruskan..hihi
~
kalau membosankan mana mungkin aku hingga kini masih ingin tahu debarmu...???
~
hehe...semoga waktu memberikan kesempatan untukmu menemukan sebuah jawaban yang mungkin akan tenggelam bersama lemahnya nafas-nafas malam
~
semoga doamu pula melesat dipusat keagungan semesta....lalu jika kutemu apa yang musti kukatakan padamu???
~
katakan bahwa sesungguhnya sajak-sajak kita itu takkan pernah mati meski raga berpisah dan tak akan kembali..persembahan sejati untuk seorang yang................:D
~
benarkah katamu ini?
~
APAKAH BISA KAU MAAFKAN SEBUAH KEMUNAFIKAN YANG MENODAI SEPUCUK AKSARA??
~
ahh....rupanya juga, benar....aku sudah laknat menafsir debarmu, maafkan....
~
berikan seluruh maafmu jika sajak-sajak panjang adalah sebuah kesalahan, namun kiranya ini adalah sapaan pengantar yang akan mengawali *apa ya*?????
~
kuterima dengan setia, sesetia ilalang memandang matahari....
~
sesetia pelukan senja yang tak pernah merenggangkan indahnya?
~
mungkin itu...benar katamu, yang kian membuatku linglung mencari pelindung...
~
jangan-jangan takutmu sekarang telah menjelma lamunan seorang putra kecil dalam pelukan ibunya?
~
karena sekali lagi, debarmu meremang....dan aku takut jika ternyata debarmu itu...iya debarmu tak sudi mendebur didada dadihmu..
~
dan jika segalanya benderang?
~
maka aku bertanya lagi, sudikah kauperkenankan aku untuk menautpautkan harap padamu, iya hanya padamu???
~
jika esok nafas berhenti mungkin hari ini begitu berarti, jika benang langit mempertautkan nadi, maka tak mungkin aku menunggu hari, sejenak ketegasanku menguap hilang tercecer dalam remah katamu..yang semakin...............
~
itukah jawabmu tentangku?
~
semua mengalir begitu saja tanpa naskah dan drama.....apa ini salah???
~
kalau ternyata kau anggap ini drama yang paling lucu, aku salah, dan maafkan aku...
~
jika...jika...dan jika....hati hanya bisa menerka, penafsiran bisa salah, aku juga manusia biasa....
~
debarmu kini meremang lagi, menggigilkan ujung jantungku, kau kini...entah....
~
akupun tak sanggup membaca ujung katamu, berakhir pada harfiah yang mana? terpenjara dalam jawaban.
~
ah...terlalu cepat, singkat ''itu'' hadir...jangan larutkan aku dalam debarmu jika kau tak sudi...
~
ya...benar saja....lebat kabut mulai menyamarkanmu dari hafalan...
~
jika benar itu sengal jawabmu...........maka kabut itu adalah kau...
~
serupa ingin ku purnakan segalanya. tuntas tak berbekas...
~
jawabmu sudah terlalu jelas....dan aku faham. bahwa debarmu ternyata kepura-puraan yang hanya ingin memperindah kata.
~
:-<.......masa' nyimpulinya gitu?
~
karena aku melihat kata ''tak membekas''.....
~
mana berani aku menjaganya hingga jadi tiara rindu...sedang aku bukan siapa-siapa yang patut...............
~
lalu kenapa jika kau mengaku kau bukan siapa-siapa justru kau tawarkan aku debar? hingga kini aku seakan tak henti menyebut namamu.....atau jika ternyata debarmu mengabukan apa yang semestinya menyala, adalah hal yang kutakutkan...
~
kukira sang malam akan berkenan membuatmu faham hakikat sebuah nama ini...yang dulu tak pernah kau kenal, bahkan mungkin bagimu adalah setitik debu.
~
lalu benarkah tafsirku selama ini? kalau iya, apa yang kau titahkan kepadaku? kalau tidak, perkenankan aku lingsir dari hadapmu.
~
ya......tak sepantasnya kutitahkan sesuatu apapun atasmu...namun inginku....jangan pernah berhenti menuliskan gejolak yang terukir diatas kilau cecadas...atau sekedar tinta yang menetes diatas kertas..karena sejatinya itulah yang membuatmu dan diriku hidup dalam sajak-sajak lapang tak berkesudahan
~
itukah pengakuan jujurmu?
~
berapa pertanyaan lagi yang akan kau tegaskan agar keningmu tak lagi berkerut mengeja kumpulan kataku?
~
sudah terang....lha kok gak bilang dari tadi :D
~
hemm.....diguyu malahan......
~
maka sudikah kau jika aku berharap yang sungguh ini bukan lamunan????
~
please explain what you want and what you feel.....
~
ah...jika itu maumu, aku masih terlalu pemalu atau bahkan takut menjawab, maaf...
~
kuperhatikan kau seperti embun, malu-malu menjelajahi badan daun..
~
bagai embun diatas daun, aku daun dan kau embun....
~
embun menguap ketika mentari menggeliat, lantas aku?
~
daun melindungi embun seperti aku melindungimu........nyatakah ini?
~
ini nyata.....namun aku masih merabanya....membacanya perlahan, dan ternyata.....indah...
allaaah........aku masih belum sepenuhnya sadar, bahwa ini nyata.......