(I)
Begitu jantungku berdenyut, aku tak tahu bagaimana namamu kusebut, mungkin akan
gagap segugup beraian kabut, tapi aku merasa bahwa namamu selalu tak luput dari mulut.
(2)
sekali nadiku berdetak, aku tak paham dengan huruf apa sajak kucetak, seperti gerak ombak menumbuhkan riak, namun betapapun aku lantak bila kepadaku kauberjarak
Embun terberai begitu santun
setekun rekah merona pada bunga di kebun
adakah angin pagi yang menujumu membisikkan sesuatu,
tentang perasaan perih yang kusebut masa lalu?
Maafkanlah jika semisal pada dirimu sebagian gazal
urung kupintal, namun yakinkan bahwa dalam diriku kau kuingat tanpa
sesal, mungkin terlanjur kekal
Maafkanlah bila seumpama terhadapmu semua kalam tak mampu terekam katam, namun sekalipun bahwa dalam kenangan kautak mau kelam
Maafkanlah kala seandainya kepadamu seluruh kalimat
tak sempat tercatat, namun sungguhpun bahwa dari diriku riwayatmu tak
usai tamat
maafkanlah andaikata bagimu segala aksara seringkali menghadirkan sengsara, namun mungkinkan bahwa itu justru mula dari asmara
Maafkanlah manakala untukmu katakata tak ubahnya
derita, atau bahkan adakalanya membuatmu terluka, namun, teguhlah bahwa
dalam diriku kautak bakal merana
Maafkanlah apabila aku mencintaimu dengan perasaan perih ini, meski, aku tak tahu kapan lakon ini akan berhenti
Demak. 11 September 2012