tepat diantara selat kau ciptakan isyarat
sebuah persetubuhan sunyat
jemari yang terus menari mencari inti rimbamu
dari perjalanan gelap menuju senyap
kata yang bergerak lalu terdesak
kepojok lorong selangkanganmu
belum bisa menerjemahkan huruf saktiku
dan betapa bibir yang sembahyang dikerling keningmu
belum cukup membahasakan abjad keramatku
maka aku takjub pada degup
yang sekali waktu bersujud
ditengah sinar menyirna dari fana
melelah gulana terpana diantara sepasang mata
lalu kusaksikan resahmu lingsir dari wajahmu yang melingir
mengkudeta kata lalu melumur dengan cinta
riwayatmu terjerat terperangkap dilebat degabmu
aku mengelam diperam desahmu
tepat dipusat restu rindu
26.11.2011. 4.00 pagi
lalu betapa puisi ini benarbenar maha sunyi
yang seolah bernyanyi tanpa bunyi
mengurat ditiap selat
meracau ditiap pulau
mengudara ditiap samudra
menua ditiap benua
mengakar tak kunjung kelar
betapa puisi ini maha sunyi
yang seakan bercerita tanpa kata
bercinta sambil menyiapkan airmata
menyuguhkan derita demi bisa bahagia
menawarkan cindera setelah lara
tak lengah dijarah sejarah
maha sunyi ini sebesar rinduku nyeduh kopi dipagi hari
yang setia mengutuk cinta jadi tulang rusuk
senantiasa jelmakan laknat jadi nikmat
bagai degup aku nyawa ditiap makhluk hidup
22.11.2011. DEMAK
dituntun doa, jemariku meremas a-n-u-mu...
yang mendadak menciptakan desah lalu mendengus halus.
pada leher yang meninggalkan bercak merah
kutakbirkan seagung firman
doaku bagai tangan yang menyusup kedalam kutang
jemari menari memilin puting
membuat bibir nyinyir dan ciptakan kerdip mengerjap
dikawal sabda, jemariku menggerayang inti keperawanan
yang tibatiba dengan sepenuhnya
a-n-u-ku berharap akan mustajab...
22.11.2011...demak
seperti tibatiba mabuk setelah mereguk ribuan peluk
bagai burung yang terkurung
kepak sayap tak lagi bisa merayap
aku ingin bersemoga dirongga dadamu
agar serupa belukar yang dicintai ular
membelit dan berkelit dihatimu yang setinggi langit
dan betapa aku linglung
mencari ekor matamu yang bingung
lalu mendadak kau cipta ledak ditiap jejak
yang meraba rabu bagai abu
menerbangkan jutaan rindu
diawang-awang yang lantas membeku
seperti tibatiba kepayang setelah lenggang bagai elang
maka aku benang yang mengikuti kemana arah layanglayang terbang
bahkan aku akan menjelma pintu
yang bersedia merindu tiap waktu
menyambutmu datang
dan mengantarkanmu pulang
22.11.2011. demak
terhadapmu, rimba rinduku ruah,
tumpah menjelma cinta!
meretas cadas dilintas nafas
maka aku ingin mencumbui sunyi yang berkepak disemua sayap.
lalu kurangkum harum tubuhmu dibawah kibasan bulan
aku berpacu tak reda meredam rindu
terengah aku mengeja degab diufuk pepunuk teluk
yang lantas kurakit bait-bait diatas bukit
sambil melantun fana dituntun kilas pesona
wajah kekasih ...
terhadapmu, ranting yang rentang dibebatu tebing
mendesau ditengah tarian kupukupu
yang meliuk liana pada sulur yang mencari cahaya
terhadapmu, aku merindu haru yang kudengar sendu
pada jerit yang berderit bagai suara ricik diparit
rintih meluruh lirih didenyut paling lembut
dimana kini kau...
yang mengekal digumpal hatiku
untuk yang abadi yang menyesap disesela sendi
kau titipkan ratap dan membawaku ketepi
lalu ku ajak kau merenggut rindu paling sembilu
terhadap sepotong kosong yang kucari direlung lorong
kucipta cinta dari tiap desir rindu
yang senantiasa berniscaya bagai cahaya
11.11.2011, DEMAK
Bersama hujan, senandung kidung ditampung mendung
seperti menjelma bagai pemburu yang cemburu
meninggalkan erang dibentang ruang
lalu lebur bersama debur
air, yang darinya mahir menafsir liar alur yang mengalir
menjadi rinai yang berderai bagai rambut tergerai,
mengular bagai selir melepas hangat kesegenap jasad.
Rintik yang merancak ditiap titik,
mencipta lubang yang serupa gelang,
basah kuyup hujan bersuara sayup
Curah membuncah gigilkan getir bibir
Angin, yang kepadanya rela menghulu hilir ditiap tubir,
rela terhirup demi makhluk hidup,
menjadi nafas mana kala hembus menghempas.
seketika badai yang membeliung bagai kecapung
menyabang dipadang bahkan dilempang paling lengang
tak tersentuh meski rapuh ditempuh sampai jarak terjauh
bersama hujan, lebat kabut menyusup ditiap sudut
mengecup lempung bagai denyut jantung
seperti tibatiba menggaung bagai raung
yang menyisakan gema mendebarkan debu
lalu meremang bersama petang
tanah, yang kepadanya bersemedi diperut bumi
tempat akar menjalar membuat kukuh tetumbuh
merengkuh tubuh saat digali demi ditempati
mendamba hujan manakala kerontang mengeram
sawah bagi petani memanen padi
dan betapa senang jika hujan menggenang diladang
lalu gerimis, langit riwis menangis
yang terhadapnya, air meruncing bagai jemparing
menyapu bercak ditiap jejak
membiak serentak detak
mengawali ritus paling tulus
kepadanya, mula dari deras yang lantas meranggas
bersama hujan, aku merindui sunyi yang menari mencari mentari
cahaya yang menggeliat dijilat semesta
dan ketika kau mencipta pelangi
rela aku jadi tuju warna yang mengawal pesonanya.
adakalanya gerimis yang lamat kulihat berbaris manis disepanjang gelombang
yang acap mencipta derai dimataku : mengembun
gemerincing angin bertiuptiup menguap lalu mengatup
adakalanya desir yang gusar menampar sayu wajahku
melambai limbung disaraf dedaun
lemas nafas teranggas membuatku cemas
dilekuk teluk kau kupeluk sampai rinduku menumpuk
adakalanya debar yang melayar, mengudara diseputar semesta
bersandar pada pijar yang mencurah dalam cercah cahaya
teduh membubuh dilembut kabut yang bagai candu aku mencumbu
adakalanya kerdip yang mengerlip di langit
adalah kau yang membawa cinta kesana
maka akulah yang akan merengkuh gemuruhmu
4 november 2011 DEMAK