Bulan September 2014 di entah tanggal berapa tepatnya, saya diminta untuk menjadi editor naskah bergenre Novel oleh teman serumah kontrak saya di Kairo, namanya Dany Novery. Tak hanya itu, tapi juga ia minta tolong untuk dicarikan Judul novelnya itu. Seketika saya asal ucap memberi judul Pengembara Langit, padahal saya baru diminta dan tentu, belum tahu huruf pertama dari novelnya itu. Aneh, tapi yang lebih aneh lagi ia langsung menyetujui.
Baiklah, saya menyanggupi untuk menjadi editor. Toh saya sudah punya pengalaman untuk itu, setahun yang silam saya dipaksa-paksa teman saya, Tajul Mafachir, untuk menjadi editor sebuah majalah yang diterbitkan oleh PCINU Sudan. Ini juga aneh, sebab saya di Kairo, dan saya disuruh ngedit majalah Sudan. Ketika saya tanya apa pertimbangannya sampai menunjuk Usman Arrumy menjadi editor lintas negara? Ia menjawab dengan jawaban yang tak relevan: Hanya karena terkesima dengan bahasa yang saya gunakan di status Facebook. Heuheuheu
Dany Novery saya kenal mulanya hanya sebagai cerpenis. Ia tiga tahun berturut-turut juara satu lomba cerpen yang diadakan KSW Mesir. Selain itu ia bekerja di Al-Azhar Tour--- menjual tiket pesawat dan Touring. Kemudian pada suatu malam yang rindang, ia curhat, ia menulis novel dan sudah selesai. Berbulan-bulan lamanya naskah itu teronggok di file komputer karena tak tahu cara menerbitkan buku.
"Tahu kalau sampeyan bisa menerbitkan buku saya minta tolong dari dulu" Katanya setelah saya sampaikan tata-cara menerbitkan via Indie. " Oke, kalau begitu sampeyan harus bertanggung-jawab untuk menjadi editornya, karena sampeyanlah yang akhirnya mencarikan solusi ini. Haahahaha" Tawanya terguncang-guncang.
Entah kenapa, begitu saya dimintai tolong waktu itu tanpa ada pertimbangan lebih dulu langsung saya terima. Barangkali karena ia teman serumah saya, barangkali juga bukan. Dalam pengakuannya saya dijadikan editor naskah novelnya itu hanya karena tahu bahwa saya sudah menerbitkan buku Mantra Asmara untuk kemudian saya dicurigai kalau saya punya fakta integritas menjadi editor. Heuheuheu. Jadi pertimbangan untuk memutuskan pilihan seorang editor sebenarnya sederhana sekali temanku itu.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 8 Desember 2014, seorang teman saya di Kudus, Jawa Tengah, entah mendapat petunjuk dari mana, tiba-tiba juga menyampaikan hal yang sama atas diperlukannya saya menjadi editor naskah novelnya, The Deperator. Teman itu saya kenal sebagai Gus Mujab. Padahal dulu ia sudah menerbitkan novelnya bertajuk Taman Iram melalui penerbit Diva Press. Terus terang saya tidak tahu beliau memakai metoda pertimbangan seperti apa sampai saya dituding untuk menjadi editor.
Secara kematangan dalam menulis dan berimajinasi tentu Gus Mujab melampaui kapasitasku. Beliau lebih dulu terjun dalam dunia kepenulisan dan saya baru merangkak. Dalam percakapan Gus Mujab menyampaikan alasannya mengapa akhirnya saya dipilih; Karena saya menguasai diksi banyak dan sanggup menerapkan bahasa pada tempatnya secara lebih patut. Aiiih. Heuheuheu
Pada bagian ini tentu saya bersyukur untuk telah diberi karunia dalam bentuk kepercayaan sebagai editor novel. Pada bagian yang lain saya harus meng-aktivkan kewaspadaan; bahwa jangan-jangan karunia itu adalah Istidroj? Yaitu nikmat yang diberikan Tuhan kepada manusia yang sering lalai pada kewajiban-kewajibannya. Jangan-jangan karunia itu menjadi sesuatu yang justru menjauhkan saya kepada Tuhan? Waduh.
Berangkat dari dua klasifikasi itu terkait ditunjuknya saya sebagai editor novel oleh kedua teman saya. Diam-diam saya perlu berharap bahwa semoga ini semua tak lain hanyalah kehendak Tuhan dengan kasih-sayangnya.
Atau ini kemungkinan terakhir: Tuhan memberi tugas kepada saya menjadi editor tak lain hanya sebagai cara untuk Menyindir agar saya lekas melanjutkan menulis dan sekaligus merampungkan naskah novel--- SITA, Yang Maha Fana, yang belakangan ini saya ikhtiarkan.
Kairo. 9 Desember 2014.