Kicauan
Blog
andai angin bisa menculikmu untuk membawamu kesini, diatas rerumput ini, sekedar menemaniku memandang bulan itu...
~
sayang...angin lebih memilih menculik kepulan asap rokokmu yang menggila menodai udara...haha
~
itulah sebab mengapa kau hanya ''andai''...
~
ehehe...iyaa ya..
~
kulihat bulan itu, segandes nafa seganas nafsu
~
lalu apa yang akan kau lakukan atasnya?
~
cukup bahkan hanya memandangnya...yang justru kian mempelangi disesela asap yang mengepul..
~
hemmm....mengaguminya dalam diam adalah hal yang paling melindunginya :D
~
iya...seperti kau kini, paling maya dari segala cahaya
~
sedang kamu? bayang semu dibalik cermin abu, yang tak mampu kusingkap indahmu.
~
karena indahku pun lebih maya dari cahayamu, bukankah kau tahu, kita mengada digubug ini..???
~
serupa seikat gabah berkarat aku tak ingin lepas dari hujan yang melebat, mendiami surau yang lusuh tanpa alas yang berkilau nan menjalarkan hangat ruh...dan itu pilihanku.
~
begitu? aku faham. lalu, kuingin kau disini, menari yang serupa darwis dibawah hujan yang katamu lebat.
katakan padaku, dedaun mana yang lebih mayang ketimbang tarianmu yang justru lebih semampai dari tarian ombak...???
~
menari? aku tak mau...aku iri...karena dedaun lebih lincah menjentikkan kaki.
~
kau tahu? bahkan senyumku akan menyala bila kau percikkan bara biru, lalu bagai adam mengidam hawa, aku hanyut menyelusup keruang renungmu..
~
dedaun rindu, yang senantiasa bawa kelopak sajakku menuju haribaanmu.
maka sampai pada masa keberapa harus kutahan debar degub yang tak menentu...saat senyummu melindap jauh dan jatuh dalam relungku...
~
aku telak, sungguh telak, dengan pertanyaanmu yang menohok itu, aku tak bisa lagi menyanyi sayang...
~
bahkan saat kau akui keterbatasanmu, aku tetap hanyut pada jarak terjauh...yang membuatku mampu memahami sebuah hakikat, bahwa kamu adalah mutiara tak tersentuh :)
~
karena apalah aku? seonggok jasad yang bahkan tak berani berharap padamu untuk sungguh menari dibawah hujan yang katamu lebat.
~
maka fahamkan aku tentang sebuah makna debaran yang tak sanggup kutepikan...
~
maka bagaimana bisa kufahamkan kau, sedang aku sendiri tak mampu menyimak debar itu..???
~
maka sungguh pada hening kusandarkan nafas-nafas yang terlanjur lelah...mengikuti alur kisahmu yang terlalu rumit, meski kuingini..
~
lalu, masih dibebayang bulan itu, aku terlanjur berlumuran cahayamu, pahamilah....
dan kini aku mengembara memburu parasmu dilaman FB tapi, tak kutemu...
~
haruskah kupasrahkan janji pada purnama, agar sempurna ragamu yang bermandikan cahaya? meski malam, katakan malam ini tak perlu ada sinar bulan, cukup ada bayang kita yang perdu dibalik kerendahan dahan..
ada kok hehehe
~
kau...ah benarkah begitu yang membeliung dihatimu? atau itu hanya kata tanpa makna...??
~
ah..terlalu dini untuk mengungkap semuanya...apa yang sebenarnya tersembunyi dibalik kata, namun inilah adanya..
~
lalu kenapa debar itu kian menggerincing..??? itukah.............
~
mungkin sang bayu ingin kau tahu.........bahwa.........
~
aku tak hendak menyajak ditiap jejakmu, karena kutahu, aku punguk dan kau bulan, maka bagaimana bisa.........
~
aku hanya sebuah ilalang yang setia memandang surya terbit tenggelam..
selanjutnya, dimanakah dapat kutemukan jeda yang mempertemukan kita??
~
lagilagi pertayaanmu menyalakan hening diseluruh tubuh bahkan ruh, jika benar apa yang kutangkap dari pertanyaanmu adalah debar yang kumaksud, maka patutkah kusematkan harap???
~
kuserahkan jawab pada angin yang tak berdebur..namun sangat menggigilkanku hingga lebur
~
atau jika ternyata aku salah menafsir debarmu, maafkan aku......bahkan bagai angin, akan kugaibkan wujutku dihadapmu..
~
kau takut menafsirkan,aku pun tak mampu menerbitkan keberanian, maka diam adalah satu-satunya jalan...
~
haruskah kuterbitkan meski tak mampu aku menafsir
~
kupasrahkan segala...pada genggaman dini yang menyapa....melangkah...berderap...entah semakin dekat atau semakin menjauh, namun jemariku akan tetap setia mengabarkan cerita yang telah berlalu.
~
maafkan aku yang mengusik khusukmu...maafkan aku yang terlanjur berani......maafkan, sungguh...
~
dimaafkan....hihihi....gimana gus, kesan pertama ngobrol sama saya? kalau membosankan dimaafkan, kalau keasyikan kapan-kapan diteruskan..hihi
~
kalau membosankan mana mungkin aku hingga kini masih ingin tahu debarmu...???
~
hehe...semoga waktu memberikan kesempatan untukmu menemukan sebuah jawaban yang mungkin akan tenggelam bersama lemahnya nafas-nafas malam
~
semoga doamu pula melesat dipusat keagungan semesta....lalu jika kutemu apa yang musti kukatakan padamu???
~
katakan bahwa sesungguhnya sajak-sajak kita itu takkan pernah mati meski raga berpisah dan tak akan kembali..persembahan sejati untuk seorang yang................:D
~
benarkah katamu ini?
~
APAKAH BISA KAU MAAFKAN SEBUAH KEMUNAFIKAN YANG MENODAI SEPUCUK AKSARA??
~
ahh....rupanya juga, benar....aku sudah laknat menafsir debarmu, maafkan....
~
berikan seluruh maafmu jika sajak-sajak panjang adalah sebuah kesalahan, namun kiranya ini adalah sapaan pengantar yang akan mengawali *apa ya*?????
~
kuterima dengan setia, sesetia ilalang memandang matahari....
~
sesetia pelukan senja yang tak pernah merenggangkan indahnya?
~
mungkin itu...benar katamu, yang kian membuatku linglung mencari pelindung...
~
jangan-jangan takutmu sekarang telah menjelma lamunan seorang putra kecil dalam pelukan ibunya?
~
karena sekali lagi, debarmu meremang....dan aku takut jika ternyata debarmu itu...iya debarmu tak sudi mendebur didada dadihmu..
~
dan jika segalanya benderang?
~
maka aku bertanya lagi, sudikah kauperkenankan aku untuk menautpautkan harap padamu, iya hanya padamu???
~
jika esok nafas berhenti mungkin hari ini begitu berarti, jika benang langit mempertautkan nadi, maka tak mungkin aku menunggu hari, sejenak ketegasanku menguap hilang tercecer dalam remah katamu..yang semakin...............
~
itukah jawabmu tentangku?
~
semua mengalir begitu saja tanpa naskah dan drama.....apa ini salah???
~
kalau ternyata kau anggap ini drama yang paling lucu, aku salah, dan maafkan aku...
~
jika...jika...dan jika....hati hanya bisa menerka, penafsiran bisa salah, aku juga manusia biasa....
~
debarmu kini meremang lagi, menggigilkan ujung jantungku, kau kini...entah....
~
akupun tak sanggup membaca ujung katamu, berakhir pada harfiah yang mana? terpenjara dalam jawaban.
~
ah...terlalu cepat, singkat ''itu'' hadir...jangan larutkan aku dalam debarmu jika kau tak sudi...
~
ya...benar saja....lebat kabut mulai menyamarkanmu dari hafalan...
~
jika benar itu sengal jawabmu...........maka kabut itu adalah kau...
~
serupa ingin ku purnakan segalanya. tuntas tak berbekas...
~
jawabmu sudah terlalu jelas....dan aku faham. bahwa debarmu ternyata kepura-puraan yang hanya ingin memperindah kata.
~
:-<.......masa' nyimpulinya gitu?
~
karena aku melihat kata ''tak membekas''.....
~
mana berani aku menjaganya hingga jadi tiara rindu...sedang aku bukan siapa-siapa yang patut...............
~
lalu kenapa jika kau mengaku kau bukan siapa-siapa justru kau tawarkan aku debar? hingga kini aku seakan tak henti menyebut namamu.....atau jika ternyata debarmu mengabukan apa yang semestinya menyala, adalah hal yang kutakutkan...
~
kukira sang malam akan berkenan membuatmu faham hakikat sebuah nama ini...yang dulu tak pernah kau kenal, bahkan mungkin bagimu adalah setitik debu.
~
lalu benarkah tafsirku selama ini? kalau iya, apa yang kau titahkan kepadaku? kalau tidak, perkenankan aku lingsir dari hadapmu.
~
ya......tak sepantasnya kutitahkan sesuatu apapun atasmu...namun inginku....jangan pernah berhenti menuliskan gejolak yang terukir diatas kilau cecadas...atau sekedar tinta yang menetes diatas kertas..karena sejatinya itulah yang membuatmu dan diriku hidup dalam sajak-sajak lapang tak berkesudahan
~
itukah pengakuan jujurmu?
~
berapa pertanyaan lagi yang akan kau tegaskan agar keningmu tak lagi berkerut mengeja kumpulan kataku?
~
sudah terang....lha kok gak bilang dari tadi :D
~
hemm.....diguyu malahan......
~
maka sudikah kau jika aku berharap yang sungguh ini bukan lamunan????
~
please explain what you want and what you feel.....
~
ah...jika itu maumu, aku masih terlalu pemalu atau bahkan takut menjawab, maaf...
~
kuperhatikan kau seperti embun, malu-malu menjelajahi badan daun..
~
bagai embun diatas daun, aku daun dan kau embun....
~
embun menguap ketika mentari menggeliat, lantas aku?
~
daun melindungi embun seperti aku melindungimu........nyatakah ini?
~
ini nyata.....namun aku masih merabanya....membacanya perlahan, dan ternyata.....indah...
allaaah........aku masih belum sepenuhnya sadar, bahwa ini nyata.......
~
sayang...angin lebih memilih menculik kepulan asap rokokmu yang menggila menodai udara...haha
~
itulah sebab mengapa kau hanya ''andai''...
~
ehehe...iyaa ya..
~
kulihat bulan itu, segandes nafa seganas nafsu
~
lalu apa yang akan kau lakukan atasnya?
~
cukup bahkan hanya memandangnya...yang justru kian mempelangi disesela asap yang mengepul..
~
hemmm....mengaguminya dalam diam adalah hal yang paling melindunginya :D
~
iya...seperti kau kini, paling maya dari segala cahaya
~
sedang kamu? bayang semu dibalik cermin abu, yang tak mampu kusingkap indahmu.
~
karena indahku pun lebih maya dari cahayamu, bukankah kau tahu, kita mengada digubug ini..???
~
serupa seikat gabah berkarat aku tak ingin lepas dari hujan yang melebat, mendiami surau yang lusuh tanpa alas yang berkilau nan menjalarkan hangat ruh...dan itu pilihanku.
~
begitu? aku faham. lalu, kuingin kau disini, menari yang serupa darwis dibawah hujan yang katamu lebat.
katakan padaku, dedaun mana yang lebih mayang ketimbang tarianmu yang justru lebih semampai dari tarian ombak...???
~
menari? aku tak mau...aku iri...karena dedaun lebih lincah menjentikkan kaki.
~
kau tahu? bahkan senyumku akan menyala bila kau percikkan bara biru, lalu bagai adam mengidam hawa, aku hanyut menyelusup keruang renungmu..
~
dedaun rindu, yang senantiasa bawa kelopak sajakku menuju haribaanmu.
maka sampai pada masa keberapa harus kutahan debar degub yang tak menentu...saat senyummu melindap jauh dan jatuh dalam relungku...
~
aku telak, sungguh telak, dengan pertanyaanmu yang menohok itu, aku tak bisa lagi menyanyi sayang...
~
bahkan saat kau akui keterbatasanmu, aku tetap hanyut pada jarak terjauh...yang membuatku mampu memahami sebuah hakikat, bahwa kamu adalah mutiara tak tersentuh :)
~
karena apalah aku? seonggok jasad yang bahkan tak berani berharap padamu untuk sungguh menari dibawah hujan yang katamu lebat.
~
maka fahamkan aku tentang sebuah makna debaran yang tak sanggup kutepikan...
~
maka bagaimana bisa kufahamkan kau, sedang aku sendiri tak mampu menyimak debar itu..???
~
maka sungguh pada hening kusandarkan nafas-nafas yang terlanjur lelah...mengikuti alur kisahmu yang terlalu rumit, meski kuingini..
~
lalu, masih dibebayang bulan itu, aku terlanjur berlumuran cahayamu, pahamilah....
dan kini aku mengembara memburu parasmu dilaman FB tapi, tak kutemu...
~
haruskah kupasrahkan janji pada purnama, agar sempurna ragamu yang bermandikan cahaya? meski malam, katakan malam ini tak perlu ada sinar bulan, cukup ada bayang kita yang perdu dibalik kerendahan dahan..
ada kok hehehe
~
kau...ah benarkah begitu yang membeliung dihatimu? atau itu hanya kata tanpa makna...??
~
ah..terlalu dini untuk mengungkap semuanya...apa yang sebenarnya tersembunyi dibalik kata, namun inilah adanya..
~
lalu kenapa debar itu kian menggerincing..??? itukah.............
~
mungkin sang bayu ingin kau tahu.........bahwa.........
~
aku tak hendak menyajak ditiap jejakmu, karena kutahu, aku punguk dan kau bulan, maka bagaimana bisa.........
~
aku hanya sebuah ilalang yang setia memandang surya terbit tenggelam..
selanjutnya, dimanakah dapat kutemukan jeda yang mempertemukan kita??
~
lagilagi pertayaanmu menyalakan hening diseluruh tubuh bahkan ruh, jika benar apa yang kutangkap dari pertanyaanmu adalah debar yang kumaksud, maka patutkah kusematkan harap???
~
kuserahkan jawab pada angin yang tak berdebur..namun sangat menggigilkanku hingga lebur
~
atau jika ternyata aku salah menafsir debarmu, maafkan aku......bahkan bagai angin, akan kugaibkan wujutku dihadapmu..
~
kau takut menafsirkan,aku pun tak mampu menerbitkan keberanian, maka diam adalah satu-satunya jalan...
~
haruskah kuterbitkan meski tak mampu aku menafsir
~
kupasrahkan segala...pada genggaman dini yang menyapa....melangkah...berderap...entah semakin dekat atau semakin menjauh, namun jemariku akan tetap setia mengabarkan cerita yang telah berlalu.
~
maafkan aku yang mengusik khusukmu...maafkan aku yang terlanjur berani......maafkan, sungguh...
~
dimaafkan....hihihi....gimana gus, kesan pertama ngobrol sama saya? kalau membosankan dimaafkan, kalau keasyikan kapan-kapan diteruskan..hihi
~
kalau membosankan mana mungkin aku hingga kini masih ingin tahu debarmu...???
~
hehe...semoga waktu memberikan kesempatan untukmu menemukan sebuah jawaban yang mungkin akan tenggelam bersama lemahnya nafas-nafas malam
~
semoga doamu pula melesat dipusat keagungan semesta....lalu jika kutemu apa yang musti kukatakan padamu???
~
katakan bahwa sesungguhnya sajak-sajak kita itu takkan pernah mati meski raga berpisah dan tak akan kembali..persembahan sejati untuk seorang yang................:D
~
benarkah katamu ini?
~
APAKAH BISA KAU MAAFKAN SEBUAH KEMUNAFIKAN YANG MENODAI SEPUCUK AKSARA??
~
ahh....rupanya juga, benar....aku sudah laknat menafsir debarmu, maafkan....
~
berikan seluruh maafmu jika sajak-sajak panjang adalah sebuah kesalahan, namun kiranya ini adalah sapaan pengantar yang akan mengawali *apa ya*?????
~
kuterima dengan setia, sesetia ilalang memandang matahari....
~
sesetia pelukan senja yang tak pernah merenggangkan indahnya?
~
mungkin itu...benar katamu, yang kian membuatku linglung mencari pelindung...
~
jangan-jangan takutmu sekarang telah menjelma lamunan seorang putra kecil dalam pelukan ibunya?
~
karena sekali lagi, debarmu meremang....dan aku takut jika ternyata debarmu itu...iya debarmu tak sudi mendebur didada dadihmu..
~
dan jika segalanya benderang?
~
maka aku bertanya lagi, sudikah kauperkenankan aku untuk menautpautkan harap padamu, iya hanya padamu???
~
jika esok nafas berhenti mungkin hari ini begitu berarti, jika benang langit mempertautkan nadi, maka tak mungkin aku menunggu hari, sejenak ketegasanku menguap hilang tercecer dalam remah katamu..yang semakin...............
~
itukah jawabmu tentangku?
~
semua mengalir begitu saja tanpa naskah dan drama.....apa ini salah???
~
kalau ternyata kau anggap ini drama yang paling lucu, aku salah, dan maafkan aku...
~
jika...jika...dan jika....hati hanya bisa menerka, penafsiran bisa salah, aku juga manusia biasa....
~
debarmu kini meremang lagi, menggigilkan ujung jantungku, kau kini...entah....
~
akupun tak sanggup membaca ujung katamu, berakhir pada harfiah yang mana? terpenjara dalam jawaban.
~
ah...terlalu cepat, singkat ''itu'' hadir...jangan larutkan aku dalam debarmu jika kau tak sudi...
~
ya...benar saja....lebat kabut mulai menyamarkanmu dari hafalan...
~
jika benar itu sengal jawabmu...........maka kabut itu adalah kau...
~
serupa ingin ku purnakan segalanya. tuntas tak berbekas...
~
jawabmu sudah terlalu jelas....dan aku faham. bahwa debarmu ternyata kepura-puraan yang hanya ingin memperindah kata.
~
:-<.......masa' nyimpulinya gitu?
~
karena aku melihat kata ''tak membekas''.....
~
mana berani aku menjaganya hingga jadi tiara rindu...sedang aku bukan siapa-siapa yang patut...............
~
lalu kenapa jika kau mengaku kau bukan siapa-siapa justru kau tawarkan aku debar? hingga kini aku seakan tak henti menyebut namamu.....atau jika ternyata debarmu mengabukan apa yang semestinya menyala, adalah hal yang kutakutkan...
~
kukira sang malam akan berkenan membuatmu faham hakikat sebuah nama ini...yang dulu tak pernah kau kenal, bahkan mungkin bagimu adalah setitik debu.
~
lalu benarkah tafsirku selama ini? kalau iya, apa yang kau titahkan kepadaku? kalau tidak, perkenankan aku lingsir dari hadapmu.
~
ya......tak sepantasnya kutitahkan sesuatu apapun atasmu...namun inginku....jangan pernah berhenti menuliskan gejolak yang terukir diatas kilau cecadas...atau sekedar tinta yang menetes diatas kertas..karena sejatinya itulah yang membuatmu dan diriku hidup dalam sajak-sajak lapang tak berkesudahan
~
itukah pengakuan jujurmu?
~
berapa pertanyaan lagi yang akan kau tegaskan agar keningmu tak lagi berkerut mengeja kumpulan kataku?
~
sudah terang....lha kok gak bilang dari tadi :D
~
hemm.....diguyu malahan......
~
maka sudikah kau jika aku berharap yang sungguh ini bukan lamunan????
~
please explain what you want and what you feel.....
~
ah...jika itu maumu, aku masih terlalu pemalu atau bahkan takut menjawab, maaf...
~
kuperhatikan kau seperti embun, malu-malu menjelajahi badan daun..
~
bagai embun diatas daun, aku daun dan kau embun....
~
embun menguap ketika mentari menggeliat, lantas aku?
~
daun melindungi embun seperti aku melindungimu........nyatakah ini?
~
ini nyata.....namun aku masih merabanya....membacanya perlahan, dan ternyata.....indah...
allaaah........aku masih belum sepenuhnya sadar, bahwa ini nyata.......
terhadap riap repih senyummu
yang anggun menguntum bagai daun
membalut kalut dengan kabut
bagai kelenjar magma aku menjalar kejiwa
sampai kukubur dengkur yang mulai mengabur
terhadap ceruk dilekuk matamu
yang memercik nyala di kobar cinta
meraung riang suaraku menggaung lengang
saat kucecap gigil gairahmu
terhadap cinta
kita menyatu dalam sumbu kalbu
yang anggun menguntum bagai daun
membalut kalut dengan kabut
bagai kelenjar magma aku menjalar kejiwa
sampai kukubur dengkur yang mulai mengabur
terhadap ceruk dilekuk matamu
yang memercik nyala di kobar cinta
meraung riang suaraku menggaung lengang
saat kucecap gigil gairahmu
terhadap cinta
kita menyatu dalam sumbu kalbu
diamdiam gemuruh itu tak henti meluruh
entah jika tibatiba hening ini melengking bagai seruling
yang seperti biasa
mendebarkan seluruh ruang ruh
aku mencintaimu
bahkan hanya untuk kau yang entah
yang justru kau terlihat paling kasat
dan kau mampu mengubur seluruh debur
aku mencintaimu
ditengah himpitan angin mencipta dingin
bahkan bagai laut yang melumat lumut
aku telanjang sebugil gigil,
dihadap dan terhadapmu
aku mencintaimu
bahkan diselubung lorong relung yang serupa kalung
kureguk poros parasmu yang selaras nafas
aku mengelana di geronggang agungmu
sampai kepias piuh pancarmu
barangkali ini adalah birahi
yang mengabukan tiap nurani
melahap lesap sampai tak kasat
dekaplah laku lukaku dengan sejuk pelukmu
aku mencintaimu
seperti sediakala : tanpa masa....
entah jika tibatiba hening ini melengking bagai seruling
yang seperti biasa
mendebarkan seluruh ruang ruh
aku mencintaimu
bahkan hanya untuk kau yang entah
yang justru kau terlihat paling kasat
dan kau mampu mengubur seluruh debur
aku mencintaimu
ditengah himpitan angin mencipta dingin
bahkan bagai laut yang melumat lumut
aku telanjang sebugil gigil,
dihadap dan terhadapmu
aku mencintaimu
bahkan diselubung lorong relung yang serupa kalung
kureguk poros parasmu yang selaras nafas
aku mengelana di geronggang agungmu
sampai kepias piuh pancarmu
barangkali ini adalah birahi
yang mengabukan tiap nurani
melahap lesap sampai tak kasat
dekaplah laku lukaku dengan sejuk pelukmu
aku mencintaimu
seperti sediakala : tanpa masa....
dulu, meski hanya sejenak
selalu untukmu tiap detak kucetak sajak
lenguh aku tak pernah lengah merekam tiap kalammu
lantas kita asyik mengusik khusuk apa saja yang membuat kita suntuk
sambil bersendawa kita bercerita tentang kesukaan yang kita anggap cinta
pendek kata kita ciptakan sejarah....
kau kini, yang musti lebih berhak mencintaku
sebab kau juga tahu
hurufhurufku yang meski layu
sering kau punguti untuk kau jadikan puisi
bukan dia, yang kau tak pernah merasa senyummu mengembang
saat kau yang justru kini bersama dia
padahal kau tahu
cintanya tak selembut dan sesungguh aku
kau pendam dalam hingga aku memejam
bahkan aku sebelumnya tak pernah sepintas menduga
bagaimana kiranya kau tak punya sebab yang kini aku harus tamat
juga tanpa isyarat apalagi sebenarnya kau tak ingin aku lenyap
lebih dari sekedar pengakuanku dengan adamu atas adanya
mungkinkah patut kubenci hadirnya dihadapmu.....
selalu untukmu tiap detak kucetak sajak
lenguh aku tak pernah lengah merekam tiap kalammu
lantas kita asyik mengusik khusuk apa saja yang membuat kita suntuk
sambil bersendawa kita bercerita tentang kesukaan yang kita anggap cinta
pendek kata kita ciptakan sejarah....
kau kini, yang musti lebih berhak mencintaku
sebab kau juga tahu
hurufhurufku yang meski layu
sering kau punguti untuk kau jadikan puisi
bukan dia, yang kau tak pernah merasa senyummu mengembang
saat kau yang justru kini bersama dia
padahal kau tahu
cintanya tak selembut dan sesungguh aku
kau pendam dalam hingga aku memejam
bahkan aku sebelumnya tak pernah sepintas menduga
bagaimana kiranya kau tak punya sebab yang kini aku harus tamat
juga tanpa isyarat apalagi sebenarnya kau tak ingin aku lenyap
lebih dari sekedar pengakuanku dengan adamu atas adanya
mungkinkah patut kubenci hadirnya dihadapmu.....
bersama kau aku ingin menuju kehening
tempat paling keramat untuk menganyam sajak berjimat
sembari membaringkan onggokan abjad-abjad yang tersedak
disesobek ruang sunyat tempat kita berkholwat
untuk kau kutulis tulus sajak berbalut kafan
yang kurias dengan tetabur bunga yang menguntum seperti senyummu
sampai kita damai dalam dekap jadzab mencipta kata
sujudkan ujung penamu ditiap lembar berhambur hambar
disela kita bercumbu diatas sajadah yang terbuat dari tungku
agar malam-malam kita menyembunyikan cinta
diremas menjadi miras yang akan kita tenggak
kita mabuk...menenggak sajak-sajak
yang justru buatan kita sendiri
sampai kita terlentang
dan saja-sajak kita itu
memahatkan nama kita dipelapah nisan...
27102011..DEMAK
tempat paling keramat untuk menganyam sajak berjimat
sembari membaringkan onggokan abjad-abjad yang tersedak
disesobek ruang sunyat tempat kita berkholwat
untuk kau kutulis tulus sajak berbalut kafan
yang kurias dengan tetabur bunga yang menguntum seperti senyummu
sampai kita damai dalam dekap jadzab mencipta kata
sujudkan ujung penamu ditiap lembar berhambur hambar
disela kita bercumbu diatas sajadah yang terbuat dari tungku
agar malam-malam kita menyembunyikan cinta
diremas menjadi miras yang akan kita tenggak
kita mabuk...menenggak sajak-sajak
yang justru buatan kita sendiri
sampai kita terlentang
dan saja-sajak kita itu
memahatkan nama kita dipelapah nisan...
27102011..DEMAK
jenggala yang kugali itu membiar getar dibidak dada
ada renik yang memerah merajah luka
dedara kucandu merindu dera
kupintal dedahan semayang kembang
yang inginkan kau jadi bebatang kenang
bagai busur yang tersungkur dibenderang bulan
digerbang hulu-halang awan jadi penghalang
kau, yang lama kubaca ceritamu dibabad purba
merebas dilintas nafas : bersayap senyap
seraut wajah membilah ingsut
didedaun pinus kau serupa tirus
lembah yang rekah terbedah
tumbuh menganga lekuk bebunga
bagai salatin hatimu menayang
tating menating lalu melayang
tungkai regang ragaku menggerum sumsum
meranggas tak regas merumrum jantung
tapi cinta tak mengenal kasta
tak reda juga tanpa jeda
26102011.DEMAK
ada renik yang memerah merajah luka
dedara kucandu merindu dera
kupintal dedahan semayang kembang
yang inginkan kau jadi bebatang kenang
bagai busur yang tersungkur dibenderang bulan
digerbang hulu-halang awan jadi penghalang
kau, yang lama kubaca ceritamu dibabad purba
merebas dilintas nafas : bersayap senyap
seraut wajah membilah ingsut
didedaun pinus kau serupa tirus
lembah yang rekah terbedah
tumbuh menganga lekuk bebunga
bagai salatin hatimu menayang
tating menating lalu melayang
tungkai regang ragaku menggerum sumsum
meranggas tak regas merumrum jantung
tapi cinta tak mengenal kasta
tak reda juga tanpa jeda
26102011.DEMAK
aku dan mataku
merindukanmu
tatapmu yang mengkilat
mengerjap dalam bening mengkerlap
melaras rasa melepas renjana lalu mempiuh
tak sempat aku menyimak kelopak
yang teduh melenguh sehening subuh
lalu linglung aku mengapung dipusat jantung
aku dan hatiku
merindukanmu
senyummu yang menguntum
kuraba rabu bara birumu
mengumbara memburu udara
tak sempat aku membaca cinta
yang berbaris dibawah gerimis berlapis
hanya meninggalkan getir yang bergetar
lalu melambung tak kunjung sampai ujung
barangkali degubku membadai
sesyahdu racau rindumu membilai
kukirim kau teluh agar yang penyap meluruh tak rapuh
aku dan nafasku
merindukanmu
dibawah pendar sinar bulan yang mempancar
aku dibelit dalam balut cahaya yang mengibar.
25102011. DEMAK
merindukanmu
tatapmu yang mengkilat
mengerjap dalam bening mengkerlap
melaras rasa melepas renjana lalu mempiuh
tak sempat aku menyimak kelopak
yang teduh melenguh sehening subuh
lalu linglung aku mengapung dipusat jantung
aku dan hatiku
merindukanmu
senyummu yang menguntum
kuraba rabu bara birumu
mengumbara memburu udara
tak sempat aku membaca cinta
yang berbaris dibawah gerimis berlapis
hanya meninggalkan getir yang bergetar
lalu melambung tak kunjung sampai ujung
barangkali degubku membadai
sesyahdu racau rindumu membilai
kukirim kau teluh agar yang penyap meluruh tak rapuh
aku dan nafasku
merindukanmu
dibawah pendar sinar bulan yang mempancar
aku dibelit dalam balut cahaya yang mengibar.
25102011. DEMAK
pada laman lamun yang serupa halimun
aku mendamba peluk ditiap seluk lekuk hatimu
kau yang kutemu digigil rinduku
ingin kunyeduh pada air yang khusuk berlinang dimatamu
bersujud pasrah pada kalut yang menjamah
aku mengecup tanah mengatup resah
kau dekap aku lebih sigap
sampai detak melengkap
kau nyalakan gebalau rindu
yang mendecak sendu
kau mencipta bilur air yang membulir
dalam degub yang tak henti meletup
kau kubur dengan kesiur debur
merengkuh gemuruh yang mulai lebur
kau cinta yang lupa pada lesung derita
dalam denyar yang terdengar liar
dari pucuk semesta kepelupuk mata
tak kan puas kuhirup denyut dada degapmu
tak kan singsut nenggak pijar kobar baramu
aku mendamba peluk ditiap seluk lekuk hatimu
kau yang kutemu digigil rinduku
ingin kunyeduh pada air yang khusuk berlinang dimatamu
bersujud pasrah pada kalut yang menjamah
aku mengecup tanah mengatup resah
kau dekap aku lebih sigap
sampai detak melengkap
kau nyalakan gebalau rindu
yang mendecak sendu
kau mencipta bilur air yang membulir
dalam degub yang tak henti meletup
kau kubur dengan kesiur debur
merengkuh gemuruh yang mulai lebur
kau cinta yang lupa pada lesung derita
dalam denyar yang terdengar liar
dari pucuk semesta kepelupuk mata
tak kan puas kuhirup denyut dada degapmu
tak kan singsut nenggak pijar kobar baramu
bagai angin merahasiakan wujudnya
aku mencintaimu diamdiam
dan gerak dedaun menjadi isyarat harapku
bahkan kau...tak perlu tau
justru sebelum aku mengenalmu
... saat masih dipurba
aku sudah mencintaimu
kataku...cukup namamu kusebut dengan denyut
yang lantas akan menjadi wirid tirakat cintaku
dan aku hanya mengizinkan kau
saat tiap kau menjadi sebab hatiku dzikirkan namamu
maka, tak perlu nampak dilapaklapak sajak
juga tanpa semerbak ditiap jejak
karena, cintaku seperti angin
yang menghembus tulus sehalus kau menatapku
yang menari diceruk hati sambil berpuisi :
cinta bersenandung dipalung jantung
dan jangan harap
bagai kembang cintaku menguncup
karena aku tak ingin dikecup
23102011.....10.28 pagi DEMAK
aku mencintaimu diamdiam
dan gerak dedaun menjadi isyarat harapku
bahkan kau...tak perlu tau
justru sebelum aku mengenalmu
... saat masih dipurba
aku sudah mencintaimu
kataku...cukup namamu kusebut dengan denyut
yang lantas akan menjadi wirid tirakat cintaku
dan aku hanya mengizinkan kau
saat tiap kau menjadi sebab hatiku dzikirkan namamu
maka, tak perlu nampak dilapaklapak sajak
juga tanpa semerbak ditiap jejak
karena, cintaku seperti angin
yang menghembus tulus sehalus kau menatapku
yang menari diceruk hati sambil berpuisi :
cinta bersenandung dipalung jantung
dan jangan harap
bagai kembang cintaku menguncup
karena aku tak ingin dikecup
23102011.....10.28 pagi DEMAK
denting itu melengking menjelma hening tanpa bising
saat benak bening menyihir kerling jadi kepingkeping airmata
maka aku letih membaca kunangkunang yang bergentayangan dimatamu
bulirmu yang serupa butir mengendap sesenyap harap
khusuk bertapa membekap mata
menggurat gurit sendu risaumu berkesiap
maka rasa sedihmu dipandu rindu paling syahdu
memijar dalam nyala denyar sukmamu
kau, yang ingin menggubah madah indah
selalu menyihir kata jadi airmata
menghimpun rumpun dirimba luka
lalu kau tinggalkan getar disesela canda airmata
23102011, 4.14 adzan subuh...DEMAK
saat benak bening menyihir kerling jadi kepingkeping airmata
maka aku letih membaca kunangkunang yang bergentayangan dimatamu
bulirmu yang serupa butir mengendap sesenyap harap
khusuk bertapa membekap mata
menggurat gurit sendu risaumu berkesiap
maka rasa sedihmu dipandu rindu paling syahdu
memijar dalam nyala denyar sukmamu
kau, yang ingin menggubah madah indah
selalu menyihir kata jadi airmata
menghimpun rumpun dirimba luka
lalu kau tinggalkan getar disesela canda airmata
23102011, 4.14 adzan subuh...DEMAK
tibatiba, hurufhuruf itu menjelma bagai pelacur
yang binal mencumbu puisi senafsu rindu yang membiru
yang manja sambil bercinta dengan kata
selirih perih
hurufhuruf itu mengerling bagai puting
hurufhuruf itu berkelindan bagai lidah bulan
mengulum lelamun semaya cahaya
dan...
aku ingin bertanya pada angan yang serupa angin
dimana hurufhuruf itu hendak menghempaskan puisinya...?
sementara kata berkata sambil bercerita tentang cinta
tapi,jawabnya : aku sendiri beku berkelu tanpa waktu...
hurufhuruf itu berkelit dilancit langit
berkerut diperut bumi
membusung dilambung gunung
aku tak faham karena semua bungkam
21102011, DEMAK
yang binal mencumbu puisi senafsu rindu yang membiru
yang manja sambil bercinta dengan kata
selirih perih
hurufhuruf itu mengerling bagai puting
hurufhuruf itu berkelindan bagai lidah bulan
mengulum lelamun semaya cahaya
dan...
aku ingin bertanya pada angan yang serupa angin
dimana hurufhuruf itu hendak menghempaskan puisinya...?
sementara kata berkata sambil bercerita tentang cinta
tapi,jawabnya : aku sendiri beku berkelu tanpa waktu...
hurufhuruf itu berkelit dilancit langit
berkerut diperut bumi
membusung dilambung gunung
aku tak faham karena semua bungkam
21102011, DEMAK
dedaun itu mengapung disetangkai kembang yang semayang gelombang
yang kadang berkelimun anggun didera udara
lalu laun mengulum kepompong dilorong pepohon
dan saat lebat, aku menggeliat..
bagai payung aku tempat bernaung
dari terik mencekik juga deras meranggas
kadang aku teduh saat basah menyentuh
kadang juga ngerang kerontang saat aku kering menguning
lalu embun, yang darinya senang menggenang lalu berenang tenang
dilengkung lekuk atas tubuhnya yang acap dihinggap kupu-kupu
juga capung, yang membeliung serupa burung mengelapak direranting daun
kepada dahan, yang aku mengharap tumbuh bersamanya
dilahan dan pematang juga hutan
yang sedia berderma sesiapa saja bagi yang membutuhkannya
bertunas, yang aku bakal menghijau kemilau
senyumku melesir saat angin berdesir....
19102011, DEMAK
yang kadang berkelimun anggun didera udara
lalu laun mengulum kepompong dilorong pepohon
dan saat lebat, aku menggeliat..
bagai payung aku tempat bernaung
dari terik mencekik juga deras meranggas
kadang aku teduh saat basah menyentuh
kadang juga ngerang kerontang saat aku kering menguning
lalu embun, yang darinya senang menggenang lalu berenang tenang
dilengkung lekuk atas tubuhnya yang acap dihinggap kupu-kupu
juga capung, yang membeliung serupa burung mengelapak direranting daun
kepada dahan, yang aku mengharap tumbuh bersamanya
dilahan dan pematang juga hutan
yang sedia berderma sesiapa saja bagi yang membutuhkannya
bertunas, yang aku bakal menghijau kemilau
senyumku melesir saat angin berdesir....
19102011, DEMAK
katakata itu, yang kau baca adalah cinta
yang sejak lusa bersenggama dengan cindera
dari bibir kekasihku yang menjelmakan abu jadi rindu
sampai ketika mata sudah pengap membaca cerita cinta
kata cinta yang terus menggerus cerita
tak pernah usai diurai
yang serasa terberai dari balik bilik airmata
katakata cinta yang tertulis kadang hanya sebaris gerimis
yang mencium cita sebelum mengubah nikmat jadi syahwat
yang meremas harap selekas mengubah nurani jadi birahi
kata cinta mengubah apa jadi siapa
kata cinta mengubah siapa jadi apa
kata cinta yang bergincu rindu ingin selalu menyatu dalam cinta
kata yang dititah untuk bercerita selalu dicipta untuk kau baca : cinta
kata yang ditakdir cipta untuk cinta
10152011, DEMAK
yang sejak lusa bersenggama dengan cindera
dari bibir kekasihku yang menjelmakan abu jadi rindu
sampai ketika mata sudah pengap membaca cerita cinta
kata cinta yang terus menggerus cerita
tak pernah usai diurai
yang serasa terberai dari balik bilik airmata
katakata cinta yang tertulis kadang hanya sebaris gerimis
yang mencium cita sebelum mengubah nikmat jadi syahwat
yang meremas harap selekas mengubah nurani jadi birahi
kata cinta mengubah apa jadi siapa
kata cinta mengubah siapa jadi apa
kata cinta yang bergincu rindu ingin selalu menyatu dalam cinta
kata yang dititah untuk bercerita selalu dicipta untuk kau baca : cinta
kata yang ditakdir cipta untuk cinta
10152011, DEMAK
aku terteluh cumbu
yang kau sujudkan disudut pelupuk
telimpuh bibirmu menyeduh kata
yang kuhinggapkan digetah hatimu
kata kau kutuk menjadi cinta
membuat geram geraham rinduku terlunta
menelingsup beringsut bibirmu lembut dicecap mata
lalu kau kirim jerit yang menyerimpung suara
maka, aku melenguh, menjauh sebelum tiba subuh
saat kaukisahkan sehimpun rumpun-rumpun yang katamu binal
aku terteluh, sungguh
saat cinta yang kau riuhkan diufuk mataku mempiuh
lalu hendak kurajut benang tangis
yang melingsut dirunut rindu
menatah hati dikelepak jiwa
bagai diceruk bebatu rimba
kau cetak bercak sajak mengguris gerimis
mengisari rimbun tubuhmu rambutmu semayang gelombang
putik kembang dikelenjar membiar meletik samar
kaukah yang meriapi hati ditepi nadi
yang menggelembung diujung jantung
bersembulan rinduku dicangkang ruang menggaung tenang
aku merinding digiring senyummu yang mengeping
berjuluran menggali lubang mengubur bayang
hanyut aku kau renggut sampai maut berdenyut
aku terteluh kecipak riak
yang kau denguskan ditebing sajak
menggerum karam aku berkelung dipalung
mengulum lelamun menyamun hatimu yang ranum
aku terteluh saat kata kau laknat menjadi cinta
10152011, DEMAK
yang kau sujudkan disudut pelupuk
telimpuh bibirmu menyeduh kata
yang kuhinggapkan digetah hatimu
kata kau kutuk menjadi cinta
membuat geram geraham rinduku terlunta
menelingsup beringsut bibirmu lembut dicecap mata
lalu kau kirim jerit yang menyerimpung suara
maka, aku melenguh, menjauh sebelum tiba subuh
saat kaukisahkan sehimpun rumpun-rumpun yang katamu binal
aku terteluh, sungguh
saat cinta yang kau riuhkan diufuk mataku mempiuh
lalu hendak kurajut benang tangis
yang melingsut dirunut rindu
menatah hati dikelepak jiwa
bagai diceruk bebatu rimba
kau cetak bercak sajak mengguris gerimis
mengisari rimbun tubuhmu rambutmu semayang gelombang
putik kembang dikelenjar membiar meletik samar
kaukah yang meriapi hati ditepi nadi
yang menggelembung diujung jantung
bersembulan rinduku dicangkang ruang menggaung tenang
aku merinding digiring senyummu yang mengeping
berjuluran menggali lubang mengubur bayang
hanyut aku kau renggut sampai maut berdenyut
aku terteluh kecipak riak
yang kau denguskan ditebing sajak
menggerum karam aku berkelung dipalung
mengulum lelamun menyamun hatimu yang ranum
aku terteluh saat kata kau laknat menjadi cinta
10152011, DEMAK
lilin-lilin itu
lilin yang menyilaukan angin
memercikkan bercak dingin
memilin gelap melepas cahaya
lilin-lilin yang dititah makna manakala nyala
mencakar hitam mencabar legam
memenggal kelam diajal malam
mengutuk gelap melaknat pekat
lilin-lilin melumat senyap menyantap sunyat
menyeruakkan cahaya mungil di ruang gigil
sampai meleleh luluh tak menyisakan api tersentuh
lilin hidup gelap dijemput maut
menggerayang ke sepanjang ruang
10152011, demak...
lilin yang menyilaukan angin
memercikkan bercak dingin
memilin gelap melepas cahaya
lilin-lilin yang dititah makna manakala nyala
mencakar hitam mencabar legam
memenggal kelam diajal malam
mengutuk gelap melaknat pekat
lilin-lilin melumat senyap menyantap sunyat
menyeruakkan cahaya mungil di ruang gigil
sampai meleleh luluh tak menyisakan api tersentuh
lilin hidup gelap dijemput maut
menggerayang ke sepanjang ruang
10152011, demak...
demi benderang bulan dilindap malam
aku lelah memagut resah yang dijamah rindu
merengkuh tubuh menyadap jasad
kesiapa saja yang kalap juga silap aku tetap lelap
sungguh aku lelah
berserah setengah merah, aku pasrah...
demi lengkung lelangit yang lancip serupa perahu
yang segala darimu menyihir benci jadi cinta
aku lelah mencumbui gundah yang lembab membasah
rindu meraung dipadang ruang
mengulur lidah melepas nafas
demi sengal doa yang tiap mataku mengunang mengenang kening kenangamu
serunai sajak merinai dari mataku dirabun damba
bertualang kau berulang menuang secercap angin lengang
membiarkan jantung bersenandung kidung
merancak, meracik ricik :menjadi bunyi sesunyi mimpi menyanyi
demi 15 sy'ban
yang saat itu kutatap elok matamu menohok kelopak dipojok pelupukku
mengawali ritus cinta
berbinar, lalu pudar menjadi nanar
tumbuh setelah lama rubuh ditindih keluh
sejak saat itu kukayuh lajur rindu dijalur badai
bukankah senyum kita menyala saat kita menari dibawah hujan
10132011, DEMAK
aku lelah memagut resah yang dijamah rindu
merengkuh tubuh menyadap jasad
kesiapa saja yang kalap juga silap aku tetap lelap
sungguh aku lelah
berserah setengah merah, aku pasrah...
demi lengkung lelangit yang lancip serupa perahu
yang segala darimu menyihir benci jadi cinta
aku lelah mencumbui gundah yang lembab membasah
rindu meraung dipadang ruang
mengulur lidah melepas nafas
demi sengal doa yang tiap mataku mengunang mengenang kening kenangamu
serunai sajak merinai dari mataku dirabun damba
bertualang kau berulang menuang secercap angin lengang
membiarkan jantung bersenandung kidung
merancak, meracik ricik :menjadi bunyi sesunyi mimpi menyanyi
demi 15 sy'ban
yang saat itu kutatap elok matamu menohok kelopak dipojok pelupukku
mengawali ritus cinta
berbinar, lalu pudar menjadi nanar
tumbuh setelah lama rubuh ditindih keluh
sejak saat itu kukayuh lajur rindu dijalur badai
bukankah senyum kita menyala saat kita menari dibawah hujan
10132011, DEMAK
aku malu berkata
terbata kataku gugup serupa degub
ketika mereka, para penyair itu lembut mencipta kata
lidahku kelu, lugu juga gagu
bagai serdadu aku diserbu deru melayukan hurufku
ketika mereka, para penyair itu melagu merdu
bibirku mengatup
tak mampu menyebut
abjadku kalut dilarung kemelut
bagai sayap mengepak sayup, lunglai memburai
ketika mereka, para penyair itu larut berasa gemulai...
mulutku ragu mangmang
mengapung linglung suaraku lengang
nadaku sumbang senyaring hening
bagai di padang gersang tak ada sepercik ricik
ketika mereka, para penyair itu khusuk nyanyi dalam sunyi
tak ada ke-jumawaan untuk bersyair seperti mereka, para penyair
membuatku nyinyir seperi dilansir setumpukan syairnya
tak ada tempat untuk berlagak seperti mereka, para penyair
sajak serasa diinjak tiap kali aku memijakkan pena dengan tegak
ketika mereka, para penyair itu menumpahkan tintaku, kataku muntah...
tuntun penaku mengeja syairmu yang mengalun
atau rapalkan lafal-lafal biar kuhafal
pijarkan penaku biar sinar menjalar membakar gemerincing puing puisiku
jangan usir aku dari wilayahmu....wahai...
jangan gerus kataku yang sudah mendengus
biarkan aku belajar kefanaan wusulmu saat kau meracik aksara...
10132011, 1.55 demak...siang lengang
terbata kataku gugup serupa degub
ketika mereka, para penyair itu lembut mencipta kata
lidahku kelu, lugu juga gagu
bagai serdadu aku diserbu deru melayukan hurufku
ketika mereka, para penyair itu melagu merdu
bibirku mengatup
tak mampu menyebut
abjadku kalut dilarung kemelut
bagai sayap mengepak sayup, lunglai memburai
ketika mereka, para penyair itu larut berasa gemulai...
mulutku ragu mangmang
mengapung linglung suaraku lengang
nadaku sumbang senyaring hening
bagai di padang gersang tak ada sepercik ricik
ketika mereka, para penyair itu khusuk nyanyi dalam sunyi
tak ada ke-jumawaan untuk bersyair seperti mereka, para penyair
membuatku nyinyir seperi dilansir setumpukan syairnya
tak ada tempat untuk berlagak seperti mereka, para penyair
sajak serasa diinjak tiap kali aku memijakkan pena dengan tegak
ketika mereka, para penyair itu menumpahkan tintaku, kataku muntah...
tuntun penaku mengeja syairmu yang mengalun
atau rapalkan lafal-lafal biar kuhafal
pijarkan penaku biar sinar menjalar membakar gemerincing puing puisiku
jangan usir aku dari wilayahmu....wahai...
jangan gerus kataku yang sudah mendengus
biarkan aku belajar kefanaan wusulmu saat kau meracik aksara...
10132011, 1.55 demak...siang lengang
Dalam hening samadi
kubiar wajahku dicabar angin
yang menghimpit seluruh sampai segala yang luruh
aku dilepas takdir ketengah-tengah para penyair
yang sedang menyantap puisi-puisinya
disela aku menjadi kembara mencari mataair
aku mengapung gamang diatas permukaan laut khouf roja'ku
sambil menyuarakan risau, galau, balau, lalu meracau
demi kedigdayaan mencipta kata
aku mengejar lajur laknat cinta
yang mengepul diantara perjanjian sakral
yang tibatiba menggigilkan ujung penaku
saat tiap entah menyimak sajak para penyair itu...
lalu, mataku menyala dikobar airmata : trenyuh
kemarilah wahai...
penyair yang ditakdir ngalir bagai musafir
pelangikan dzikirku dengan sajak-sajakmu
ajari aku santun menulis gerimis
ditengah kesiur deru yang merenda saat rinduku mendera
akan kukibarkan api ditengah kau asyik bersendawa
dalam hening samadi
aku khusuk menyimak sajak para penyair itu.
12102011, 22.19 malam...DEMAK
kubiar wajahku dicabar angin
yang menghimpit seluruh sampai segala yang luruh
aku dilepas takdir ketengah-tengah para penyair
yang sedang menyantap puisi-puisinya
disela aku menjadi kembara mencari mataair
aku mengapung gamang diatas permukaan laut khouf roja'ku
sambil menyuarakan risau, galau, balau, lalu meracau
demi kedigdayaan mencipta kata
aku mengejar lajur laknat cinta
yang mengepul diantara perjanjian sakral
yang tibatiba menggigilkan ujung penaku
saat tiap entah menyimak sajak para penyair itu...
lalu, mataku menyala dikobar airmata : trenyuh
kemarilah wahai...
penyair yang ditakdir ngalir bagai musafir
pelangikan dzikirku dengan sajak-sajakmu
ajari aku santun menulis gerimis
ditengah kesiur deru yang merenda saat rinduku mendera
akan kukibarkan api ditengah kau asyik bersendawa
dalam hening samadi
aku khusuk menyimak sajak para penyair itu.
12102011, 22.19 malam...DEMAK
Selamat Menunaikan Ibadah Ngopi
Arsip Website
- Oktober 2015 (1)
- Februari 2015 (2)
- Desember 2014 (1)
- November 2014 (1)
- Mei 2014 (4)
- April 2014 (9)
- November 2013 (1)
- Oktober 2013 (11)
- September 2013 (7)
- Agustus 2013 (1)
- Juni 2013 (6)
- Mei 2013 (7)
- Februari 2013 (1)
- Januari 2013 (3)
- Desember 2012 (2)
- November 2012 (1)
- Oktober 2012 (5)
- September 2012 (3)
- Agustus 2012 (3)
- Juni 2012 (1)
- Mei 2012 (1)
- April 2012 (5)
- Maret 2012 (7)
- Januari 2012 (4)
- Desember 2011 (11)
- November 2011 (7)
- Oktober 2011 (19)
- September 2011 (1)
- Agustus 2011 (9)
- Februari 2011 (1)
- Desember 2010 (1)
- November 2010 (1)
- Agustus 2010 (1)
- Januari 2010 (1)
Data Postingan bulan ini :