catatan tentang pare

Hari ini aku tak punya daya untuk menjinakkan katakata, aku tak cukup punya rindu untuk menulis namamu. Aku berbaring di tempat tidur sambil menanam kesunyian, kuharap kelak akan tumbuh sebagai bunga yang mekarnya seperti semerbak harum tubuhmu. 

Sembari memandang fotomu, kusebut namamu berulang, mengingat kau yang jauh di benua sebrang, Aku disini, Di kairo. tapi aku ingin sekali ke ciputat, sekedar menghirup udara bekas nafasmu, udara yang sempat menjamah tubuhmu, udara yang pernah memasuki dirimu, Aku di kairo, tapi aku ingin begitu ke ciputat, menyentuh tanah yang pernah kau injak, tanah yang sempat mengantarkan dirimu pergi.

masihkah namaku kausemat didinding sajadahmu, kausebut berkalikali dalam munajatmu, kausertakan pula kedalam doamu? ataukah kini hampir selalu luput kausebut? Aku tidak rugi berkenalan denganmu, Zie. aku selalu senyum-senyum sendiri setiap kali menulis puisi, puisi yang didalamnya ada namamu. 

aku masih ingat, dulu, dimasa kita adalah satu. aku ingat, Zie. kita pernah diwarung cuma memesan es jeruk dua gelas. dan temanmu itu kausuruh menunggu kita diluar. Masya Allah... betapa terkenangnya waktu itu. sekedar saling senyum, saling berpandangan dan lalu menunduk, Mungkin malu. apakah kau ingat, Zie? dan setiap malam, kita berbincang tentang apa saja melalui telfon, kau pinjam nomer abahmu, sebab kartunya sama dengan aku, kau ingat bukan? sampai menjelang subuh, dan kita teruskan sehabis sholat subuh, hingga waktunya jam kursus berdentang. 

pada saat kita sehabis makan di warung singgahan, aku memberikan kamu buku ''kelana bertasbih'' buku kumpulan puisiku, aku ingat, kau menghadap ke utara. lalu disebrang jalan, kau lihat pengemis tua duduk sambil menengadahkan tangannya. kau pesan satu lagi makanan dengan menu pecel lele, dibungkus lalu kau temui wanita tua itu, kau serahkan bungkusan itu dan kau beri uang 10 ribu. aku ingat, kau trenyuh melihat wanita itu. sambil menatapku, kau bilang: njenengan purun mengantarkannya? Ah....aku tak tahan mengingat itu lagi, Zie! 

Dan 2 jam selepas pertemuan itu, kau mengabari bahwa kau baru kecelakaan, aku hampir tak percaya. aku bilang, ''boleh aku menjenguk kamu''? 

''jangan, sudah tidak apa-apa kok, lagian ini sudah ada abah disini''

jantung siapa yang tak tergetar mendengar kabar bahwa perempuan yang amat begitu ia kasihi sedang dirawat? wajah siapa yang tak menunjukkan rona muram ketika perempuan yang begitu disayangi sedang sakit? Subhanallah... 

Iya, hanya dipare. cerita itu ada. tak ada yang wajib di kenang kecuali cerita di tulung rejo. aku masih ingat ketika kau mengabari bahwa kata dokter matamu menjadi min 7, katanya, wajib di operasi. dengan nada gelisah kau ceritakan itu semua ke aku. aku bertanya, ''apa tak ada jalan lain selain dioperasi? dan bagaimana mulanya kk sampai sebegitu parahnya?

''kata dokter, katanya aku sering memandang Usman Arrumy, makanya mataku penuh olehnya dan kini wajib di perasi'' 

kau bercanda bukan, zie? Ya Allah...aku ingin kenangan itu terulang lagi, kenangan yang akan kita susun ulang dengan cerita yang berbeda dengan tempat yang lain pula. agar kelak, bisa ditiru oleh anak-cucu.


4 desember 2012 Kairo

0 komentar

[MAKLUMAT] Buku puisi Mantra Asmara x - +