Pengembaraan dari makam ke makam




aku hendak bercerita, begini.....
Hari itu gerimis selepas hujan deras, hari kamis, sekitar jam 2 siang aku di jemput seorang teman yang ku kenal dari jejaring social : facebook, setelah beberapa hari sebelumnya sudah janjian untuk kopdar, pada saat itu juga aku di bonceng mengendarai motor (kalau tidak salah REVO ) :)
Berjalan menyusuri aspal basah, bertarung melawan sisa-sisa air langit yang sesekali nyiprat di belahan pakaian yang ku pakai, angin mendesau menampar lembut wajahku, sambil ngobrol....

Itu namanya candi kediri yang paling baru , yang di bangun bupati pada sekitar tahun 2003, katanya tiba-tiba memecah lamunku yang mengembara, ternganga dengan panorama kediri waktu itu, aku hanya diam dan berpikir, berapa jumlah uang yang musti di keluarkan untuk membangun candi super megah itu? Lalu dengan tujuan apa kok sampai bupati membangun? apa manfaat bagi rakyat kediri dengan keberadaan candi itu? Pikiranku terus melayang, terbang kemana-mana tanpa jeda. Dan saat itu yang membuatku agak senang adalah keberadaan stadiun BRAWIJAYA, stadiun yang sebelumnya hanya bisa kulihat di tv, stadiun bola kebanggaan masyarakat kediri, persisnya adalah kandang bagi PERSIK saat main bola, stadiun itu kini benar- benar kulihat dengan nyata, sepasang mataku dengan liar menatap tembok yang mengelilingi stadiun itu, stadiun brawijaya. memasuki perkotaan, mulai ku lihat gedung, apartemen, hotel bertingkat, swalayan yang seakan menawarkan hedonisme, dan toko yang berjejer kurang rapi, ku lihat juga bangunan yang menurutku juga megah, kubaca : sri ratu. Beuuh....ku tangkap dengan mataku, ada beberapa perempuan yang sedang duduk di KFC, bangunan-bangunan yang berdiri di sepanjang jalan kota kediri itu terus ku pandang satu per satu, seperti mengikuti kemana arah mataku memandang, lantas juga kulewati alun-alun, ouh....kecil sekali! tidak seperti alun-alun yang kulihat di kota-kota lain, maka aku kurang setuju jika di katakan alun-alun, mungkin lebih tepat di katakan bunderan. :)

Hingga sampailah di masjid agung kediri, masjid dengan menara menjulang, meninggi, seolah menantang langit, kulihat, tangga lebar membongsor yang terletak di serambi masjid itu, ada semacam kolam di tengah bagian atas tangga, masjid itu besar sekali, ku pikir ini bangunan anyar, yang mungkin belum memakan waktu cukup lama, karena kulihat cat yang membalut tembok itu masih terlihat segar dan anyar, juga kulihat, perpustakaan dengan bangunan bertingkat 2 yang berdiri di sebelah kiri masjid, cukup besar untuk ukuran perpustakaan, dan ternyata benar, masjid ini baru selesai di bangun tahun 2006. Kubaca di antara tembok sebelah area wudzu ada nama KH.Idris Marzuqi dengan tanda tangan sebagai peresmian masjid, ternyata, wilayah bangunan masjid bagian bawah bukan untuk di buat sholat berjama'ah, di buat ruang pertemuan katanya, semisal akad nikah, pengajian, bahkan mungkin di buat seminar. pendek kata masjid itu betapa megahnya, indah juga elok juga anggun, kumasuki masjid itu untuk sholat ashar, aku menaiki tangga, betapa herannya, masjid sebesar ini dengan penduduk sebanyak itu, masjid yang mungkin menelan biaya ratusan bahkan milyatan rupiah untuk membangunnya, masjid yang justru berdiri kokoh di tengan pusat kota, tapi yang berjama'ah hanya satu shof, mungkin tertaksir di bawah 50 orang, betapa membingungkannya! Aku berfikir, inikah tanda kiamat? Seperti Apa yang pernah di sabdakan nabi bahwa tanda-tanda hari kiamat adalah kelak pada akhir zaman ummat berlomba-lomba membangun masjid besar tapi yang sholat sepi? Wallahu a'lam.

Kini aku bersama 9 orang yang akhirnya kukenal mereka sebagai anggota pramuka, tambah yuhuuu ini.
Setelah sholat, kami berencana menuju makam KH. Mubasyir Mudzir bersama anak-anak pramuka, di desa maunah sari, beliau termasuk huffadz, pengabdian dirinya terhadap ummat begitu total, aku tergelak, ternyata makamnya di sini to, makam waliyulloh yang bertahun aku mendamba bisa menziarahi, justru terletak di tengah keramaian kota yang bising. Jasadnya berbaring di pinggir jalan raya yang sangat ramai, Subhanallah.
Akhirnya Sampai juga di depan pusara waliyulloh itu, betapa sendunya mataku menatap nisan itu, seperti mimpi ! akupun tak tahu dengan lafal apa aku harus berkata, meminta wasilah, atau apapun lah namanya. Aku bingung sampai pada akhirnya aku di suruh berdoa, sepi.

Berangkat lagi menyusuri aspal kediri, indah, betul-betul ku nikmati sore itu, tujuannya kini ke tambak ngadi, jalan semakin ramai, seramai doaku pada waktu di maunah sari tadi, tiba juga di perempatan, ku baca dari arah kanan: ponpes lirboyo 2 km lagi, tapi kini ke kiri, searah dengan ponpes ploso, motor melaju, sambil melihat apa yang bisa ku lihat, tiba-tiba aku terkejut, aih....ada sesuatu yang seharusnya ku berikan pada sahabatku dari lirboyo, sebuah buku yang jauh-jauh hari sudah ku janjikan kepadanya, dan malam sebelumnya bahkan aku sudah mengabarinya, tapi....ah, gerimis dan mungkin waktu yang kurang tepat. Harus tertunda. Semoga lain kali buku itu sampai juga di tangannya. Amiin.

Masih Melewati jalan yang lurus, selurus horison sore itu, langit agak sendu, gunung berkabut, nampak amboi. Sampai juga di tambak ngadi, jalan tanah menuju makam terasa basah, lengang, angin mati tapi dingin, ah....aku sudah tidak bisa menahan kerinduanku, lama aku memendam perasaan untuk bisa sua, bisa simpuh di sudut makam itu, dan sore kali itu aku benar-benar bisa merasakannya, kubaca GUS MIK, lama aku terpana membaca nama itu, ku sentuh papan yang memuat namanya, mataku mengunang, tergetar aku mematung di pesarean itu, lalu aku berjalan beberapa langkah, ku lihat nisan yang bertuliskan KH.ahmad siddiq, aduhai.....saat itu tak ada kata yang mampu mewakili perasaanku, begitu syahdu, kucari lagi satu makam yang sudah sejak lama hanya ku dengar dari mamasku, kh.dahnan. Seorang kyai yang di ceritakan menjadi teman seperjuangan simbah, sekitar 20 m dari makam gus mik ku temukan tiga makam berdampingan, pisah dengan atap yang menaungi makam gus mik, kubaca KH.dahnan, bertempat di tengah di antara tiga makam itu. Betapa keniscayaan bisa pulas di pemakaman itu, cita-citaku yang sejak dulu hanya menggantung dalam harap kini terwujud, dan gus mik, sosok yang begitu nancap didadaku. Ah, kalimat apalagi yang bisa tercurahkan, di bawah gerimis yang menggeriapkan aroma dupa, makam yang terlalu menyesalkan jika tidak sempat ku ziarahi. Doaku berluruhan di sana, deras sekali.

Dan, masih bersama rombongan bermotor itu, kami merencanakan sowan ke ndalemnya gus sabut, putra sekaligus penerus gus mik, perlahan kami melaju, di jalan yang mulai basah lagi, gerimis. Dari arah tambak ngadi kami menuju ndalemnya gus sabut, kekiri. Ah...serasa semakin amboi saja perjalanan kali ini, assalamualaikum.....kami memberi tahniah. Tak berapa lama, ada lelaki paruh baya, sekitar berusia 45 tahun keluar dan menjawabi salam kami sambil mempersilahkan duduk, setelah berbincang-bincang agak lama ternyata rumah yang kami singgahi itu bukan ndalemnya gus sabut, persisnya ndalemnya santri ploso yang katanya juga kadang membadali gus sabut, kalau ndalemnya gus sabut itu ploso, bukan sini, beliau berkata kepada kami sambil senyum, mungkin bisa di katakan menahan tawa :D. jadi ingat lagunya ayu ting-ting : salah alamat ! :D

Akhirnya kami memutuskan untuk sholat magrib di situ, sebelum akhirnya berangkat menuju ndalemnya gus sabut, yuhuuuuu......di tengah gerimis sore menjelang malam itu, suasana sudah berubah, temaram. Kami mampir ke makam simbah djazuli, abahnya gus mik sekaligus pendiri ponpes alfalah ploso, ternyata yang turun hanya aku, yang lain hanya nunggu di luar, aku sedikit kaget, bahwa makam seorang yang bahkan di kenal di saeontaro jagad nusantara ini ternyata jauh dari yang ku bayangkan sebelumnya, tanpa cungkup, di atas tanah yang membalut tubuh sucinya lebat rumput, bahkan nama di nisannya pun sudah tidak jelas, ini tentu jauh dari kata sederhana, atau mungkin dari sang empunya sendiri enggan makamnya di pugar, di perindah seperti layaknya kyai agung, sungkan terkenal, mungkin saja. lalu sekedarnya aku kirim fatihah juga tak luput meminta wasilah serta doa yang meski tidak khusuk.

Kini pun berjalan lagi, mencari ndalemnya gus sabut, jalan sepi, sempat juga melewati jalan berkelok, agak tebing, kubaca tulisan yang terpampang di pinggir jalan: batas santri keluar! akhirnya berhenti di depan rumah yang menurutku sederhana dengan bangunan model zaman sekarang, ku lihat ada 2 mobil di parkir, pikirku, ini pasti dindalem. Agak lega, sampai pada saatnya ketemu khodam yang meladeni dan mengurus ndalem, dan ternyata jawaban dari khodam itu sempat membuatku agak kecewa, gus sabut pergi ke surabaya sejak jam 5 sore tadi, tapi ku pikir, bukankah sudah mendapat pahala? Dengan mempunyai niat silaturrohim apalagi di barengi dengan keadaan rindu pada ulama'?

Rencana awal, mestinya ke makam habib ba'abud yang terletak masih di wilayah ploso, tapi gerimis yang tak juga reda, juga waktu yang sudah mulai larut, akhirnya rencana menikung, kali ini ke mas buono, cucu dari sri sultan hamengkubuwono 9, tepatnya di desa ngadi rejo, aiih....untuk bisa ke sana harus nyebrang sungai berantas, padahal kulihat tidak ada jembatan yang bisa menghubungkan antara dua belah tanah terpisah itu, apalagi arus sungai itu deras, ternyata kulihat ada perahu yang bisa menghantarkan nyebrang, padahal kami membawa motor 5, dengan 10 orang, ahay.....bulu kuduk naik, merinding, dan sempat takut, sebab, aku tidak bisa berenang :D

Sampai di semacam padepokan, tempat dimana mas buono tinggal, seperi keraton kecil dengan beragam benda khas keraton, kami di persilahkan lelaki yang mungkin menjadi abdi di situ setelah akhirnya mas buono menemui, kami di jamu dengan ramah, senyum khas dari seorang keturunan keraton pun mengembang, ternyata malam itu di adakan tayub, yang kata mas buono akan di hadiri seluruh lurah yang berada di kediri, menakjubkan! dan ini menurutku kewajaran seumpama mas buono menggelar acara demikian, karena tayub memang pertunjukan khas dari jawa, barangkali mas buono hobi atau bahkan mempunyai niat tersendiri untuk menghidupkan salah satu budaya jawa yang hampir punah itu, beliau berkata padaku bahwa carilah ilmu setinggi-tingginya tapi jangan lupa adat jawa, sebab kebiasaanya kalau sudah menjadi orang besar malah lupa dia berasal dari mana. Kalimat yang sederhana tapi sangat tepat menyasar. Betapapun mengenanya! beliau berkata lagi: kalau di sini itu wajib makan, sebelum makan tidak boleh pulang. Kalimat itu membuatku tersenyum, bagaimana tidak? Aku Sudah lapar :D
Pendek kata, kamipun ziarah ke makam bapaknya mas buono yang bertempat masih di dalam komplek padepokan itu....

Semakin malam saja, membuat di antara rombongan itu harus memisahkan diri dari acara kopdar, kini tinggal 4 orang saja, lalu kami berempat berencana untuk sowan ke mursyid thoriqoh qodiriyah wan naqsyabandiyah, ah...ini pasti akan menarik bisa ketemu secara langsung dengan seorang mursyid, atau lebih tepatnya mencari - obat hati - bahwa yang membuatku tetap semangat untuk bermalam-malam di sepanjang kota kediri adalah karena memang sudah menjadi hobiku, sowan ke kyai-kyai atau pun ke makam-makam, paling tidak NODONG barokah atau wejangan, setelah menuju ke ndalemnya dan sampai di depannya, melongook...ternyata juga sedang tidak berada di ndalem. Ah...kenapa kerinduan ini tidak juga terlunasi? Apa memang tuhan lebih memilih kerinduan ini ter simpan dulu sebelum nanti pada saatnya akan semakin menggunung? Hal ini agaknya cukup membuat kami sedikit mengernyitkan kening, hehe

Seperti yang sudah -sudah, juga tanpa di rencanakan terlebih dahulu, kami menuju ponaman, di situ ada makam wali agung yang bernama Syaikh Adzkiya', tempatnya sepi, bahkan sangat sunyi, gelap tanpa penerang meski sepercik bara, ohoy....membuat kami berempat merinding, di tengah persawahan yang jauh dari rumah warga, akhirnya kami menyalakan senter dari hape, suasana begitu tenang, khusuk. gesekan daun-daun pring itu seolah menangkap kedatangan kami, seolah mengamini doa pendek kami, seolah ingin ikut hadir dalam rangka tahlilan yang kami adakan, lalu hening....

Masih ber-empat, kami menyelasar jalanan kediri, semakin dingin, mungkin tanpa tungku api yang tercipta dari semangat itu akan benar-benar menyusutkan langkah untuk menuju ke tujuan selanjutnya, rencana awal, kami hendak menemui mbah soleh yang terkenal dengan kebatinannya membaca alam , yang pada malam itu sedang mengisi siaran di radio pamenang jalan air langga kediri, tapi setelah di cek ke sana, dan di tanyakan kepada crew-nya beliau tidak hadir, sedang agak sakit katanya.

Akhirnya, kami membuat rencana baru, ke makam Syaikh Abdul Mursyad, di ceritakan beliau adalah orang yang memberi semacam baiat joko tingkir untuk menjadi raja, suasana sepi, padahal lokasi komplek itu terbilang luas, ku lihat ada papan berukuran sekitar 3x4 m yang memuat silsilah penghubung antara ulama' dan kerajaan, aku baru tahu bahwa ternyata seluruh ulama mempunyai kesinambungan dari kerajaan majapahit, brawijaya dan kerajaan-kerajaan besar lain yang berjaya pada masa itu, menakjubkan!
Di dalam bangunan berbentuk kuno itulah syaikh abdul mursyad di semayamkan, serasa lengang, senyap tapi aku yakin banyak tercecer berkah di dalamnya, maka, sekenanya saja, kami mengadakan tahlil, dengan harapan keselamatan bagi kami.

Dan kini sampai juga pada season akhir, setono gedong, komplek pemakaman yang terkenal heboh itu, terdapat banyak wali yang di makamkan di situ, salah satunya mbah wasil atau yang terkenal dengan sebutan kyai makkah, padahal, di depan komplek pemakaman itu terdapat hotel megah, perumahan wanita yang melayani ISLIK-ISLIK lelaki, sangat ramai, sebab mungkin malam itu adalah malam jum'at, yang orang-orang meyakini bahwa pada malam jum'at terdapat kelimpahan berkah yang tiada kira, entah apa yang membuat dadaku begitu penuh oleh getaran-getaran yang aku pun tak bisa menamakannya, kulihat berbondong-bondong orang menuju area pemakaman itu, mengharap keselamatan hidup atau bahkan meminta rizqi yang banyak juga berkah, kami pun tak ketinggalan, menjajaki satu makam ke makam yang lain, seingatku ada 13 makam di setono gedong yang kami singgahi untuk kami hadrohi, dan akhirnya, di sebabkan di sekitar makam dimana mbah wasil di semayamkan penuh oleh peziarah yang ternyata malam itu sedang di adakan dzikrul ghofilin yang di pimpin gus anggik pengasuh ponpes bandar, lalu kami mencari tempat yang sekira bisa untuk merebahkan badan setelah agak lelah menjadi pengemis makam dari sore, kami memilih di makam yang tertutup, bahkan hanya orang-orang khusus yang di perbolehkan memasuki nya, sayup terdengar lembut dzikrul ghofilin yang di desahkan mungkin ada 5 ribuan peziarah malam itu, gerimis reda tapi langit masih sendu, kulihat, mereka khusuk berdzikir,

Ya Allah....tanah kedirimu begitu mempesonaku !


Tulung rejo pare kediri, 9 january 2012. Subuh.

0 komentar

[MAKLUMAT] Buku puisi Mantra Asmara x - +