Antologi Puisi Kelana Bertasbih


Kelana Bertasbih ini adalah buku Antologi ke dua setelah Nyanyian Sunyi . Tidak bisa kuposting Covernya karena File-nya hilang. Antologi ini sebetulnya merangkum puisi pada masa-masa awal ke-penulisanku, sekitar tahun 2005-2007. Memuat sekisaran 80 puisi, sampai saat ini, aku hanya punya satu Eksampler sebagai satu-satunya dokumentasi bahwa aku pernah menerbitkan buku ini.

Di antara usaha Bapak-Ibukku selama ini, selain menggarap sawah, juga punya usaha Percetakan, cukup besar, bisa dikatakan sebagai rujukan dari percetakan-percetakan di Demak, percetakan tersebut seatap dengan usaha lainnya, yaitu Isi ulang air minum. Isi dari percetakan itu antara lai adalah: Mencetak buku, undangan pernikahan maupun lainnya, dan lengkap dengan berbagai peralatannya. Namanya NAWA.

Pendek kata, begitu aku hendak menerbitkan buku, aku tanya-tanya kepada pegawai percetakan milik Ibuku itu, tanya tentang bagaimana tata-caranya, ketika sudah tahu, aku cetak disitu tanpa ada pikiran bagaimana nanti penjualannya. Jujur saja, waktu itu tidak terlintas sama sekali kelanjutannya setelah jadi Buku. Begitu mau cetak, ya cetak saja. Apalagi tanpa mengeluarkan biaya sepersen pun, ya karena memang percetakan itu milik Ibu-- yang katanya, kelak hendak dipasrahkan ke aku.


Ketika buku sudah jadi dengan angka yang mencapai 100 Eksampler itu, aku baru sadar bahwa buku itu siapa yang mau membeli? Ya, sebagai wong ndeso aku kelimpungan. Aku belum punya kenalan penulis atau penyair dari manapun kecuali hanya dengar namanya, hingga pada waktunya, ada Bazzar Buku di dalam rangkaian acara Haul Simbah. Aku jual disitu.

Selesai Haul, aku mengecek datanya, ternyata hanya terjual 10 Eks. Tentu akan mustahil jika buku puisi itu kutawarkan kepada Penarik Becak, pengojek, bakul kopi, pengamen di lampu merah, dan teman-teman lainnya yang kehidupannya tidak sempat megenal puisi. Kalaupun mau, mungkin tanpa biaya untuk membelinya.

Ya, begitulah pada akhirnya, ke 90 buku yang berisi sekitar 80 puisi itu kuberikan secara cuma-cuma kepada temantemanku yang kuanggap agak suka dengan puisi, itu pun aku menemu hanya sedikit saja yang suka. Aku jadi ingat cerita ini: Seusai Haul, tibatiba Kyai Thoyfur kemuning Kediri mengajakku mbolang ke Magelang, di tengah perjalanan beliau tibatiba tanya tentang Bukuku yang tidak laku ini, padahal semenjak kali pertama buku itu jadi, aku tak pernah woro-woro ke siapapun, apalagi kok sampai Kediri?! 

Mustinya, sebagai penulis Buku seamatir aku waktu itu, aku tawarkan kemana-mana, kali saja ada yang mau. Tapi ketidaktahuanku tentang tata-cara distributor akhirnya tindakan paling moderat ya diam. Menunggu keajaiban, menunggu ilham dari Tuhan merasuk ke pikiran calon pembeli yang tidak pernah tahu pengumumannya. Aneh sekali!

Ketika Kyai Thoyfur bertanya harga buku per-eks-nya, aku jawab 25000, aku pikir beliau cuma tanya tanpa ada keseriusan untuk menjajaki lebih lanjut. Tapi justru beliau bilang hendak membeli 20 Eks dengan harga per-bukunya 50 rb. Aku tertawa geli mendengarnya, sungguh aku tidak menyangka kalau pada akhirnya beliau serius.

Kini buku tinggal 70 eks setelah Kyai Thoyfur membelinya tanpa paham puisi itu apa, mungkin lantaran kasihan atau, justru dari pandangan beliau buku itu memang patut untuk di rawat. Hari berganti hari, satu-persatu buku itu kukirmkan lewat pos ke teman yang kukenal melalui jejaring Facebok dengan menggunakan Uang hasil shodaqoh dari Kyai Thoyfur.  Ya kuanggap beliau tidak membelinya, tapi dalam rangka shodaqoh dengan cara menukar buku. 

Sampai kini, ketika aku sudah di Mesir, buku Kelana Bertasbih tinggal satu Eks, itu pun ketinggalan di rumah. Aku jadi kangen ingin membaca ulang puisi-puisinya, puisi yang kutulis pada masa awal kepenulisanku, saat aku masih lugu. 

* Terbit secara amatir, January 2008.

Bawabah, 3 Mey 2013.

2 komentar

  1. Ini buku kutulis ketika masih bocah Ning, aku yakin njenengan kecewa berat nanti kalau sempat membaca :D

    BalasHapus

[MAKLUMAT] Buku puisi Mantra Asmara x - +