Aku Ahay Padamu




Di antara Ahay dan Jebret kau pilih mana?

Kau diam, menunduk sambil mengarahkan telunjukmu menghadap ke dadaku.

Ahay itu bahasa hati, sementara Jebret itu pelaksanaan katakata. Aku menjelaskan.

Kau mendongak, menatap sepasang mataku, dan bertanya: Diantara keduanya mana yang lebih tinggi maqomnya?

Aku analogikan saja: Ahay itu sama halnya menyusup, dan Jebret sebagaimana menerobos. Meski samasama bergerak dalam laku, tapi keduanya punya efek kelembutan yang berbeda. Analogi lain bahwa Ahay itu seperti bisikan, sementara Jebret itu teriakan. Bisikan dan Teriakan samasama suara, tapi keduanya punya kesan romantis yang berbeda.

Lalu dengan suara yang Jebret kunyatakan ''Aku Ahay Padamu, Kekasih''

Matamu membelalak, maksudnya bagaimana?

Lagi-lagi aku harus menjelaskan. Dalam kalimat tersebut, kata Ahay menyimpan metafora, ada terkandung penafsiran tematik. Mungkin juga bisa bermakna Kangen, rindu atau bahkan cinta. Jadi, kau pilih mana?

Berarti maqomnya lebih tulus Ahay ketimbang Jebret? Kau bertanya bingung.

Bukan begitu, keduanya samasama tulus, kali ini aku mesti terus terang: Kalau Ahay selalu berbicara tentang kesetiaan, tapi kalau Jebret akan berbicara soal ketangguhan.

Kau mengangguk pelan. Diam, tak memberi jawaban, terus diam. Tapi kautampakkan wajah Ahay sambil menahan dada yang sedari tadi Jebrat-jebret. Sampai perpisahan itu terjadi pun masih diam

Kini, kejadian itu sudah berlalu lebih dari 850 hari yang silam. Tapi aku masih Ahay padamu.


12 October 2013 Kairo. Kutulis setelah pertandingan sepak bola Indonesia versus Korea Selatan U19.


0 komentar

[MAKLUMAT] Buku puisi Mantra Asmara x - +